![]() |
Partai Golkar |
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Siti Zuhroh menilai, pemerintah cenderung tidak konsisten dalam muwujudkan Nawacita, khususnya poin kedua. Terlebih disitu disebutkan, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkomitmen membangun demokrasi.
"Dari sembilan program nawacita, nomor dua membangun demokrasi. Nah, membangun demokrasi, tentu harus membangun pilarnya, partai," ujar Zuhroh kepada Okezone, Minggu (3/1/2016).
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menegaskan, pentingnya peranan partai dalam konteks demokrasi. Zuhroh menyebut, tidak akan pernah ada demokrasi sehat, bekualitas dan beradap jika partai politiknya sakit.
"Kata Presiden, semua menteri menjalankan programku, kan seharusnya tidak hanya penegakan hukum, demokrasi juga harus menuju ke suatu kepastian jangan sampai menuju ketidak pastian. karena penopangnya bertikai. awalnya friksi di internal," imbuhnya.
Sebab itu, akan kontras jika presiden mengingkan Nawacita tapi tidak membangun demokrasi. Termasuk mendorong sehatnya partai politik yang berkecimpung dalam sistem kenegaraan.
"Tidak nyambung dengan program Nawacita, membangun demokrasi. Dimana demokrasi sebagai perikamanusiaan yang beradab. Ada tata krama, etika, pemerintah harus profesional, harus diatas semuanya," sambungnya.
Ia meminta agar pemerintah mendeteksi kericuhan di internal partai, justru bisa menjadi duri di dalam daging. Hal tersebut, juga membuat demokrasi tidak berjalan dengan sehat.
"Pemerintah harus mendorong semua partai sehat, reformasi partai. Bukan malah bikin ribut, kaya ada duri dalam daging kalau partainya sakit," tukasnya.