NBCIndonesia.com - Pengamat politik Salamuddin Daeng menyatakan, Rezim Joko Widodo telah menginjak-injak dan menghina TNI AU. Di mana, Bandara Halim Perdanakusuma, sebagai markas pertahanan udara RI, telah diserahkan untuk diambil alih Lion Air Group milik Rusdi Kirana.
“TNI AU bahkan sudah dua kali dihina dalam kasus Bandara Halim, selain bandaranya diambilalih oleh Lion, Halim juga dijadikan terminal kereta cepat Jakarta-Bandung,” tegas Salamuddin Daeng kepada intelijen (07/03).
Menurut Salamuddin, kebijakan terkait Bandara Halim PK membuktikan bahwa Bangsa Indonesia bukan hanya sekedar dijajah, tetapi telah diinjak-injak. “Tetap saja kita tak mampu bergerak,” tegas Salamuddin.
Terkait Lion Air Group, Salamuddin mengungkapkan, jika dilihat dari tahun berdirinya, Lion lahir di tengah situasi perekonomian Indonesia sedang kacau balau, sebagai dampak dari krisis moneter dan tumbangnya Presiden Soeharto. Dalam waktu sekejap, Lion Air dan Rusdi Kirana menjadi “sangat besar”. Rusdi menjadi Presiden Direktur dan CEO PT Lion Mentari Airlines.
“Kecurigaan tentang siapa pemilik Lion sebenarnya terlihat pada penggunaan nama ‘Lion’. Lion dalam bahasa Inggris artinya ‘singa’. Dalam pendirian banyak perusahaan nasional, nama ‘Singa’ tidak pernah ditemui. Kata ‘singa’ malah menjadi identitas Singapura,” papar Salamuddin.
Salamuddin mengungkapkan, berdasar “kode Singa” itulah kecurigaan semakin kuat bahwa pemilik Lion sebenarnya adalah perusahaan dari Singapura. “Benarkah Singapura diam-diam ingin mendominasi bisnis penerbangan di Indonesia? Bisa jadi,” jelas Salamuddin.
Kata Salamuddin, saat ini lalu lintas udara Indonesia ‘bagian barat’ dikendalikan oleh Singapura melalui perjanjian Flight Information Region (FIR). “Perjanjian FIR meliputi penerbangan sipil, komersial, dan lainnya. Indonesia sendiri meratifikasi perjanjian tersebut dengan Keputusan Presiden No. 7/1996 tentang Ratifikasi Perjanjian FIR dengan Singapura,” pungkas Salamuddin.(in)