
NBCIndonesia.com - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai kebijakan-kebijakan yang selama ini dikeluarkan pemerintah selalu dalam kondisi tertekan. Hal ini diungkapkannya terkait pernyataan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi soal ancaman Inpex Corporation dan Shell yang berniat akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 40 persen pegawainya yang bekerja di Blok Masela.
"Jadi banyak yang mengambil manfaat dari tekanan-tekanan itu," ujar Enny kepada merdeka.com saat dihubungi di Jakarta, Jumat (18/3).
Menurut dia, pemerintah harus memiliki satuan panduan dan acuan yang tegas sehingga tidak ada lagi kebijakan yang dibuat karena adanya tekanan.
"Tidak hanya pressure pengusaha termasuk pressure publik," kata dia.
Menurut dia, tekanan boleh menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk merumuskan kebijakan. Hanya saja, tekanan tersebut jangan dijadikan acuan pemerintah untuk menentukan sebuah kebijakan.
"Jadi kalau sekarang misalnya kalau lama-lama membuat kebijakan saya batal, ini kan namanya ancaman, tekanan. Sekarang yang penting pemerintah punya schedule yang jelas, mau diapain. Ini kan sudah lama sekali. Yang selama ini terjadi kan seperti itu, berbagai kebijakan strategis pemerintah diputuskan dibawah tekanan termasuk publik sama seperti gojek, harusnya pemerintah punya blue print yang jelas," jelas Enny.
Untuk itu, lanjut Enny, dirinya meminta pemerintah untuk menempatkan posisi Blok Masela sesuai dengan kepentingan. Harusnya, SKK Migas tidak ikut mencampuri lebih jauh terkait permasalahan Blok Masela. "Dulu mereka menolak saat masih BP Migas, masa sekarang jadi SKK Migas sama aja? ya harusnya SKK Migas harus dibubarkan kalau dia mau mengelola energi dengan baik," pungkas dia.(mdk)