
NBCIndonesia.com - Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945, pemerintah telah membangun dan menjalankan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diantaranya di bidang kesehatan.
Namun demikian, sampai saat ini masih banyak permasalahan di lapangan sehingga tak sedikit masyarakat yang ditolak oleh tempat pelayanan kesehatan.
Demikian disampaikan oleh Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Dede Yusuf, dalam sebuah on air talkshow, di Jakarta, Sabtu (19/3/2016).
Menurut Dede, dana yang besar dari Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sejauh ini tidak terdistribusi dengan baik.
Padahal sejak adanya BPJS Kesehatan, anggaran yang diberikan untuk pelayanan kesehatan meningkat pesat.
Misalnya untuk Rumah Sakit tipe A menjadi Rp 80 miliar per bulan.
Sedangkan untuk RS tipe D menjadi Rp 20 miliar per bulan, dari sebelumnya hanya Rp 4 miliar.
"Pertanyaannya, apakah dana ini sudah terdistribusi dengan baik kepada tenaga kesehatan, fasilitas, alat kesehatan, dan sebagainya? Ini belum jelas," kata Dede.
Yang disayangkan, kata dia, di tengah kesulitan keuangan yang menimpa penyelenggara dalam hal ini BPJS Kesehatan, banyak RS yang justru membelanjakan dana secara tidak proporsional.
"Saya sering ketemu RS yang membangun gedung baru, fasilitas baru, tapi dokternya marah-marah karena tidak mendapatkan dana yang cukup," sambung Dede.
Padahal, kesejahteraan tenaga kesehatan ini juga layak diperhatikan, agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Diakui Dede, antusiasme masyarakat untuk memanfaatkan BPJS Kesehatan amat tinggi.
Pemerintah sedianya menargetkan bisa meng-cover seluruh masyarakat Indonesia yang berjumlah 250 juta dalam jaminan sosial ini pada 2019.
Tapi baru setahun pertama sejak dirilis, jumlah peserta BPJS Kesehatan sudah mencapai 163,2 juta, atau lebih dari 50 persen.
Dede menambahkan, distribusi dana BPJS Kesehatan bahkan lebih bermasalah di daerah-daerah, di mana terdapat banyak RS non Badan Layanan Umum (BLU).
"Ketika dibayarkan (dana) BPJS itu, tidak bisa langsung dibayarkan dari RS ke tenaga kesehatan. Tapi itu harus muter dulu di APBD, enam-delapan bulan," kata dia.
Dede juga bilang, setelah muter-muter di APBD, pencairan dana BPJS Kesehatan pun tidak langsung ke RS tetapi untuk keperluan selain pelayanan kesehatan terlebih dahulu.
"Untuk pembangunan dulu, buat bupatinya dulu. Itu yang menyebabkan banyak RS menolak pasien. Kenapa? Karena dananya masih banyak muter di APBD. Nah, ini yang saya maksudkan perbaiki regulasi, distribusinya, termasuk ke puskesmas di daerah," pungkas Dede.(kp)