
NBCIndonesia.com - Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kamis (17/03/2016) berujung ricuh. Ketua DPD Irman Gusman menolak menandatangani draft Tata Tertib (Tatib) yang sudah diputuskan oleh Paripurna. Wakil Ketua Komite I DPD, Benny Rhamdani menyayangkan kejadian tersebut.
Ia menyebut langkah Irman itu adalah bentuk pembangkangan terhadap keputusan tertinggi di DPD. Benny pun memotori aksi protes dari hampir semua anggota sidang.
"Nah, bagaimana bisa hasil yang sudah diputuskan forum tertinggi tidak ditandatangani oleh ketua DPD," ujar Benny kepada wartawan, Jumat (18/3/2016).
Kejadian ini dianggap, Irman memposisikan dirinya tidak sebagai pimpinan lembaga yang harus menjaga moral etik, sikap negarawan dan kepatuhan serta ketaatan.
"Subjektif itu lebih karena kepentingan pribadi Irman sendiri, karena berkaitan dengan posisi kekuasaan yang ada pada dirinya," jelasnya.
Paling parah lagi, di luar itu pimpinan DPD melakukan pelanggaran kembali dengan mengambil keputusan sepihak. Pimpinan menutup sidang paripurna saat alat kelengkapan Badan Kehormatan (BK) belum selesai melaksanakan tugasnya untuk menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas alat kelengkapan.
"Sehingga dari pelanggaran itu, kami menyimpulkan bahwa pimpinan DPD tidak mengedepankan etik moral dalam kelembagaan politik DPD, tidak tunjukan diri sebagai leadership, juga tidak kedepankan sikap kenegarawan," ketusnya.
Atas hal-hal ini, Benny mengaku semua anggota DPD yang memberikan dukungan tentang periodisasi untuk menaikan sikap politiknya menjadi mosi tidak percaya.
"Ini nanti setelah semua pihak menandatangani, akan diserahkan pada badan kehormatan. Tentu akan mengambil tindakan. Karena pelanggaran etik," tegasnya.
"Mosi tidak percaya sudah berjalan. Ini juga bisa mengancam proses politik lembaga selanjutanya. Apakah paripurna berikut masih bisa dipimpin oleh Irman, itu belum dijamin karena mosi itu sudah berjalan,"imbuhnya.(rn)