logo
×

Sabtu, 12 Maret 2016

Parpol-Parpol Gerah Dituding Ahok Minta Mahar Politik

Parpol-Parpol Gerah Dituding Ahok Minta Mahar Politik

NBCIndonesia.com - Salah satu penyebab Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memilih maju di Pilgub DKI melalui jalur independen adalah adanya mahar politik yang selama ini menjadi syarat bagi calon untuk diusung melalui partai. Ahok mengaku tidak punya duit ratusan miliar rupiah untuk biaya kampanye dan menggerakkan mesin partai. Ucapan Ahok ini membuat gerah parpol-parpol.

"Ini pemilihan masih sampai Januari. Butuh Rp 200 miliar bos," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Jumat (11/3).

"Kamu hitung berapa biaya kalau mau pakai parpol," tambahnya lagi.

Ahok menuturkan, dana sebesar itu dibutuhkan untuk membiayai pergerakan pengurus partai di tingkat ranting. Jika di setiap RT ada satu ranting, minimal membutuhkan uang operasional Rp 1 juta per bulan. Maka jika dana tersebut dikali jumlah RT yang ada di DKI yang diperkirakan berjumlah 20.000 lebih, maka dana yang dibutuhkan Rp 200 miliar diperlukan selama setahun.

Setelah tahu besarnya biaya untuk menggerakkan satu partai, Ahok mengakui tidak mampu. "Itu baru satu partai. Duit saya enggak sampai," ujarnya.

Ucapan Ahok ini langsung dibantah ramai-ramai oleh para elite parpol. Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira justru merasa aneh. Dari mana Ahok bisa menyimpulkan harus membayar mahar sebesar itu.

"Coba cek ke partai yang sekarang sudah usung Pak Ahok. Kalau Pak Ahok berani omong gini jangan-jangan dia sudah bayar Rp 100 miliar ke sana. Coba tanya NasDem, jangan-jangan sudah terima Rp 100 M," ujar Andreas saat dihubungi, Jumat (11/3).

Menurut Andreas, saat mengusung pasangan Jokowi-Ahok dalam Pilgub DKI 2012 lalu, justru PDIP yang keluar banyak dana. Dia menjelaskan saat itu tak ada mahar politik. "Mana mau dia bayar Rp 100 miliar. Kita yang keluarin duit dari kampung ke kampung. Kita justru keluar duit," cetusnya.

PDIP akui kampanye butuh biaya.

Pernyataan senada disampaikan Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno. Memang untuk mengusung setiap calon membutuhkan dana. Namun dana tersebut bukanlah mahar politik.

"Memang dibutuhkan dana untuk sosialisasi dan aktivasi partai. Namun itu bukan upeti. Calon yang diusung dapat langsung memantau alokasi anggarannya. Pos anggaran aktivasi yang besar adalah untuk atribut kampanye, sosialisasi calon, uang saksi dan guraklih (regu penggerak pemilih)," ujar Hendrawan saat dihubungi, Jumat (11/3).

Menurut anggota komisi XI DPR ini, setiap calon saat fit and proper test di PDIP harus menjelaskan punya dana berapa. Lantas akan dipikirkan bersama bagaimana mencari solusi secara gotong-royong bagi kurangnya dana untuk mengusung.

"Kita sudah punya template, apa pokok pos anggarannya ada semua," tuturnya.

Hendrawan juga menjelaskan bahwa dia bertanggung jawab atas perolehan suara Jokowi-Ahok di Kecamatan Kelapa Gading Jakarta di Pilgub DKI 2012. Dia mengaku saat itu menghabiskan dana untuk sosialisasi sebesar Rp 67 juta. Maka dari itu, menurutnya meski lewat jalur independen, Ahok tetap butuh dana.

"Teman Ahok pun akan mengeluarkan biaya. Independen juga, tidak ada makan siang yang gratis," tegasnya.

Hendrawan berujar, PDIP tidak memilih untuk mengusung calon yang hanya mengandalkan telah mengantongi banyak dana. "Tidak selalu, kan ditanya visimu apa. Kekuatan dan kelemahan," tandasnya.

Sementara itu, Ketua DPP Hanura Sarifuddin Sudding menilai, tudingan Ahok itu lebih tepat dialamatkan kepada parpol yang mengusung Jokowi-Ahok dalam Pilgub 2012. "Karena sepengetahuan saya kan Ahok baru maju di Pilkada kemarin. Di Pilkada kemarin maju, apakah Parpol tersebut meminta," kata Sudding saat dihubungi, Jumat (11/3).

Menurut anggota komisi III DPR ini, seharusnya Ahok tak asal bicara. Dia meminta agar Ahok berani mengungkap partai mana yang meminta mahar politik tersebut.

"Saya kira Ahok harus buktikan siapa saja selama ini partai yang meminta itu. Jadi jangan hanya melempar asumsi yang belum jelas buktinya," tuturnya.

Sudding juga mengklaim bahwa sejauh ini partainya tidak pernah mematok mahar politik. Sebab menurutnya, penilaian untuk mengusung calon bukan berdasarkan berapa yang bisa dibayar calon tersebut.

"Sepengetahuan saya enggak ada Hanura, karena Hanura menetapkan calon gubernur itu lewat penilaian survei," pungkasnya.

Apa kata Risma?

Sementara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang dua kali menjadi wali kota setelah diusung PDIP memastikan proses politik di partainya bersih dari mahar. Oleh karena itu, dia menilai opini yang berkembang di masyarakat, terkait mahar politik tidak benar adanya.

"Jadi gini lho ya, aku itu masuk sama sekali ndak ada uang. Jadi kalau misalkan kita diminta, kalau misalkan Pak Ahok diminta dekat ke mesin partai, ada kunjungan PAC, ada kunjungan ranting, itu ya iya lah. Tapi mesin partai itu kan bergerak. Kayak aku kemarin itu turun kan ya bareng mereka, sama PAC, sama ranting, tapi ya enggak ada ngomong uang itu," kata Risma kepada wartawan, Jumat (11/3).

"Enggak ada itu, saya enggak pernah itu diminta, coba tanya dari PAC atau ranting apakah ada yang pernah dapat uang dari aku, enggak ada," tegas penerima Bung Hatta Anti-Corruption Award 2015 ini.

Risma mengatakan, kalau mau menang dalam pilkada, seorang calon harus mau menggandeng semuanya. Misalkan PDIP yang surveinya sudah 30 persen, kata dia, kalau mau menang, maka perlu menggandeng masyarakat.

"Ya memang harus begitu, dua-duanya harus gerak, dari masyarakat dan mesin partai, jadi gitu. Kemarin aku geraknya dobel. Jadi enggak ada aku ngasih uang. Coba dicek," tantang wali kota ketiga terbaik dunia 2014 ini.

Oleh karena itu, Risma menilai asumsi Ahok bahwa ada mahar politik di PDIP sehingga calon inkumben itu memilih jalur independen, sama sekali tidak benar.

"Jadi enggak ada aku ngasih uang, coba dicek, ndak gitu ceritanya, supaya teman-teman meluruskan, masak ada minta mahar? Demi Allah, demi Tuhan enggak ada, saya enggak ngasih uang satu rupiah pun," tandasnya.(mdk)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: