
NBCIndonesia.com - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (12/4). Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama lebih dari 10 jam tersebut, dirinya dikabarkan pingsan.
Menanggapi hal itu, Ahok menampik dirinya pingsan seperti yang dikabarkan. "Ga ada itu. Mana aku pingsan disana (KPK, red) saat diperiksa," katanya di Balaikota DKI, Jakarta Pusat, Rabu (13/4/2016).
Sebelumnya diketahui, pemeriksaan KPK terhadap Ahok dimulai sekitar pukul 10.17 WIB. Sekitar pukul 22.10 WIB, Ahok selesai menjalani pemeriksaan tersebut.
Saat diwawancarai, Ahok menyebutkan bahwa BPK menyembunyikan data kebenaran. "Yang pasti saya bilang BPK menyembunyikan data kebenaran," kata Ahok di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (12/4/2016), kemarin.
Ahok tak menjelaskan secara detail data kebenaran apa yang dia maksud dan apa tujuan dari BPK menyembunyikan data tersebut. Sebelumnya BPK memang membuat tim audit investigasi soal pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
BPK sempat menyebut pembelian Sumber Waras sudah terindikasi salah sejak tahap perencanaan pembelian dan diduga merugikan negara sebesar Rp191 miliar. Saat itu, BPK pun sempat meminta keterangan Ahok selama 8 jam.
Karena ada menyembunyikan sesuatu, Ahok bilang BPK meminta Pemprov DKI untuk melalukan suatu hal yang mustahil. BPK meminta Pemprov DKI membeli lagi lahan Sumber Waras seluas 3,7 hektar tersebut.
"BPK minta kita melakukan sesuatu yang enggak bisa kita lakukan," terang dia.
Sebelumnya Anggota BPK Eddy Mulyadi Soepardi menjelaskan, "Perencanaan, penganggaran, pembentukan tim pengadaan pembelian lahan, pembentukan harga, dan penyerahan hasil," kata Eddy pada 7 Desember lalu.
BPK menilai proyek ini merugikan Pemprov DKI Jakarta sebanyak Rp191 miliar. Selisih harga tersebut terjadi karena perbedaan harga nilai jual objek pajak (NJOP) pada lahan di sekitar dengan di rumah sakit. BPK mengindikasikan adanya penggelembungan harga dalam pembelian tanah.
Di tengah penyelidikan perkara ini, KPK menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Alasan praperadilan lantaran KPK belum juga menaikkan status perkara ke penyidikan. (ht)