
Apa yang salah dengan rendah hati, apa yang salah bila pemimpin tidak selalu sadis dalam memberi komentar. Masyarakat korban gusuran pasar ikan telah pasrah akan nasibnya, rumah yang menampung mereka telah porak poranda tak mungkin lagi untuk di gunakan.
Kita melihat dengan mata telanjang mereka menangis dan menjerit. Seorang ibu yang dipaksa menaiki bus bersama korban lainnya walaupun dia berteriak karena kehilangan anaknya, petugas satpol PP bergeming tak mempedulikan sedikitpun ratapan ibu tersebut.
Kekerasan demi kekerasan berlaku sepanjang waktu.
Tentu saja banyak hal bisa kita perdebatkan untuk yang namanya kebijakkan menggusur dari berbagai sudut pandang.
Namun demikian patutnya seorang pemimpin mengayomi, sangat tak pantas seorang gurbernur memberi pernyataan provokatif bagi mereka yang sudah menjadi korban gusuran.
Mereka para korban gusuran sebagian tidur di perahu, menaruh peralatan memasak dan sebagainya, lalu apa yang dikatakan oleh Gurbernur yang selayaknya menentramkan hati mereka yang juga rakyatnya sendiri terlebih lagi mereka juga manusia.
Ahok : "Lama-lama dia juga hilang sendiri. Biarkan saja dulu, nanti dia juga kapok," tanggap Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Balai Kota, Jakarta, Rabu (13/4/2016).
Ahok : "Para 'manusia perahu' itu sebenarnya punya maksud lain. Mereka menunggu kesempatan menduduki kembali lahan yang telah dibongkar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Dia bukan tinggal di perahu, tapi dia lagi mau mengintai. Nanti kalau ada sheetpile (dinding turap yang dipasang di perairan lokasi itu), dia mau menginjak lagi di atasnya,"
Membaca kalimat yang sedemikian kejinya dalam menilai manusia yang telah diluluhlantakkan bukan saja rumah mereka tapi juga kemanusiaan mereka.
Saya ingin bertanya kitab Injil mana yang mengajarkan anda berucap sedemikian sadisnya? (ts)