
NBCIndonesia.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok Menyayangkan adanya penghentian pembahasan Raperda Reklamasi kawasan pantai utara Jakarta oleh DPRD DKI Jakarta. Menurut Ahok, dengan dihentikannya pembahasan oleh DPRD membuat pengusaha dan pemprov merugi.
"Kalau kerugian pasti. pengusaha rugi pemda juga rugi karena sertifikat punya pemda dan kalau kereka mau nyambung sertifikat pemda tiap mau nyambung bayar 5 persen NJOP. Langsung lima persen dan kalau jadi nih reklamasi pemda dapet 45 persen fasum fasos," ujar Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Kamis (14/4/2016).
"Terus lima persen komersial. Setiap lahan yang dia jual 15 persen dari NJOP. Rakyat juga rugi pegawai," sambung Ahok.
Ahok mengatakan, industri properti yang membuat pergerakan ekonomi kembali bergairah setelah beberapa tahun lalu perekonomian Indonesia dihantam badai. Bahkan, negara seperti Tiongkok dan Amerika bertumpuan pada industri properti untuk menstabilkan kondisi perekoniman.
Belum lagi, potensi penerimaan tenaga kerja yang cukup besar akan terbengkalai seiring dengan penghentian pembangunan pulau reklamasi. Pemda juga secara tidak langsung akan menurun pendapatannya.
"Apalagi pemerintah, pajak, itu transaksi BPHTP. kamu tinggal, punya tanah bayar PBB, bayar listrik. listrik enggak ada subsidi disitu, kalau dia enggak ada subsidi, PLN juga untung subsidi balik, air semua sistem, gak ada yang subsidi dan dia juga wajib untuk zero waste," tandas Ahok.
"Belum lagi nampung tenaga kerja. Orang butuh tenaga kerja begitu banyak, jadi yang jelas, pertumbuhan ekonomi kita akan tertahan kalau menahan , membatalkan itu," tegas Ahok.
DPRD DKI Jakarta sepakat untuk menghentikan pembahasan Raperda reklamasi kawasan pantai utara Jakarta. Tak lain, salah satu alasannya karena bermasalah dengan hukumnya landasan hukum tersebut.
"Hasil Rapim 7 April dewan memutuskan untuk pembahasan Raperda Zonasi dan Pulau Kecil, dan Rencana Tata Runag strategis dihentikan. Tambahan surat lampiran akan disampaikan ke Gubernur," ujar Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.
Pras mengakui bahwa keputusannya untuk menghentikan Raperda tersebut karena masalah suap yang membelit Ketua Komisi D sekaligus anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI, Mohamad Sanusi.
Politisi Partai Gerindra itu dicokok penyidik KPK usai menerima suap dari PT. Agung Podomoro Land (APL) salah satu pelaksana reklamasi, lewat operasi tangkap tangan (OTT). (rn)