
Tanggapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terhadap hasil audit investigasi BPK memasuki tahapan yang mengkhawatirkan. Jika tidak dikelola dengan tepat, bukan tidak mungkin bisa bergerak liar yang mengganggu proses kehidupan kenegaraan maupun berbangsa.
Sebab polemik yang terjadi lebih mengarah ke pembentukan persepsi publik melalui media, ketimbang menguji kebenaran substansi. Hampir tak ada pihak yang bisa menjadi penengah. Padahal yang bersilang-sengketa masing-masing membawa nama lembaga pemerintah/negara.
Tak mengherankan jika sejumlah legislator, senator maupun publik heran dan mengkhawatirkan peristiwa ini. Bahkan bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang terus mencermati peristiwa ini untuk kepentingan tertentu. Sebab, kondisi seperti ini berpotensi menjadi semacam juris prudensi.
Tak hanya itu, silang pendapat yang terjadi menjadi tidak seimbang hanya karena pihak Ahok ngotot menolak temuan BPK. Bukan membantah dengan argumentasi berdasarkan data maupun fakta yang kuat. Namun lebih mengandalkan alasan maupun pertimbangan subjektifitas personal.
Apakah Ahok lupa bahwa pemeriksaan BPK dilakukan terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang sekarang dia sebagai gubernurnya. BPK bukan memeriksa Ahok sebagai pribadi. Dan rasanya itupun tak pernah dilakukan BPK. Sebab, data dan fakta yang diperiksa BPK sumbernya dari Pemprov DKI Jakarta.
BPK bukan hanya menggunakan standar prosedur audit yang profesional namun juga memiliki kekuatan hukum karena obyek pemeriksaan adalah lembaga negara/pemerintah. Selain itu juga memiliki mekanisme kontrol berlapis-lapis, baik dalam hal teknis maupun etika auditor.
Itu semua dilakukan karena hasil temuan BPK bersifat final dan mengikat. Mengingat yang menjadi obyek pemeriksaan adalah keuangan negara yang disalurkan ke seluruh lembaga negara/pemerintah. Sehingga produk hasil pemeriksaan BPK secara otomatis memiliki dasar dan kekuatan hukum.
Maka rasanya jalan paling tepat jika menyoal hasil pemeriksaan BPK adalah jalur hukum atau melalui pengadilan. Bukan mengumbar kekesalan didepan khalayak. Sebab, hakim di pengadilan yang paling memiliki kewenangan menguji dan menentukan sengketa hukum.
Kita mengkhawatirkan krisis ketatanegaraan bisa terjadi jika hal ini terus bergerak liar. Atau sulit membayangkan apa yang terjadi jika hasil pemeriksaan BPK juga disoal pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah maupun lembaga negara/pemerintah. Rasanya kepemimpinan Presiden Jokowi ikut pula diuji dalam hal ini. (ts)