logo
×

Jumat, 06 Mei 2016

Kasus Yuyun, Jokowi Dituntut Wujudkan Komitmen untuk Lindungi Perempuan, Anak & Kaum Disabilitas

Kasus Yuyun, Jokowi Dituntut Wujudkan Komitmen untuk Lindungi Perempuan, Anak & Kaum Disabilitas

NBCIndonesia.com - Kemarin sore, ratusan pemerhati kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan aksi save our sisters dengan cara membunyikan tanda bahaya di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Aktivis yang datang dari berbagai elemen masyarakat membunyikan berbagai macam suara, seperti terompet,‎ kentongan, klakson, sebanyak tiga kali.

Aksi tersebut sebagai wujud keprihatinan dan perlawanan atas kasus yang dialami Yuyun (14), pelajar SMP asal Desa Padang Ulak Tanding, Kecamatan Rejang Lebong, Bengkulu. Yuyun diperkosa oleh 14 pemuda usai pulang sekolah pada pertengahan April, dan setelah itu dibunuh.

Advokat dari LBH Jakarta Pratiwi mengatakan makna dari membunyikan suara ialah untuk menyatakan Indonesia sudah darurat kekerasan seksual.

Mereka menuntut pemerintah dan Polda Bengkulu untuk bersikap tegas dalam memproses kasus perkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun. Pelaku harus diberi hukuman maksimal.

Pemerintah daerah Bengkulu dituntut untuk memberikan layanan pendampingan hukum dan pemulihan, baik psikis maupun sosial, bagi keluarga Yuyun.

Pemerintah daerah juga harus berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban memberikan jaminan keamanan dan perlindungan bagi keluarga korban, teman korban, saksi, dan pendamping.

Pemerintah pusat dan Polri dituntut untuk mengawal kasus perkosaan dan pembunuhan Yuyun untuk memastikan korban dan keluarga mendapatkan keadilan.

Presiden Joko Widodo dan DPR dituntut segera mewujudkan komitmen untuk melindungi perempuan, anak, dan disabilitas dengan mereformasi semua aturan hukum yang terkait dengan perlindungan perempuan, anak, dan disabilitas dari kekerasan seksual yang masih jauh dari pemenuhan rasa keadilan bagi korban. Pengambil kebijakan juga harus segera mengesahkan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual dan memastikan pelaksanaannya terintegrasi dengan perbaikan sistem peradilan yang lebih sensitif gender dan sensitif korban dari tingkat pusat hingga daerah.

Pemerintah pusat dan daerah dituntut memberikan perintah kepada jajarannya untuk menciptakan rasa aman kepada semua perempuan dan anak di ruang manapun mereka berada.

Duabelas dari 14 pelaku sudah ditangkap polisi. Dari 12 pelaku, tujuh pelaku di antaranya sudah mulai disidang.

Persidangan ketujuh terdakwa dipimpin oleh ketua majelis hakim Heny Farida dengan anggota Hendri Sumardi dan Fahrudin.

Dalam sidang kemarin, majelis hakim mendengarkan pembelaan dari kuasa hukum para terdakwa.. Pada sidang selanjutnya, Selasa (10/5/2016), hakim akan membacakan putusan.

Dari 12 tersangka yang ditangkap, tujuh di antaranya belum dewasa dan lima lainnya sudah dewasa.

Mereka didakwa secara bersama-sama telah melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak yang mengakibatkan anak meninggal dunia.

Jaksa mendakwa mereka melanggar pasal 80 ayat 3 dan pasal 81 ayat 1 junto pasal 76d Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. (sr)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: