
Nusanews.com - Operasi tangkap tangan KPK terhadap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang, Janner Purba, menambah deretan oknum institusi peradilan yang tersangkut kasus korupsi. Kondisi ini menunjukkan reformasi peradilan belum berjalan efektif.
Direktur Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Choky Ramadhan menuturkan, penangkapan Ketua PN Kepahiang di rumah dinasnya oleh KPKmenambah jumlah oknum-oknum di institusi pengadilan yang terlibat korupsi di pengadilan.
"Ini menjadi justifikasi bahwa korupsi masih menjadi masalah utama di pengadilan hingga saat ini," ujarnya di Jakarta.
Dia menerangkan, korupsi yang melibatkan pihak internal pengadilan belakangan menunjukkan praktik korupsi di lembaga pengadilan memiliki jaringan luas dan kompleks. Praktik tersebut bahkan dapat dikategorikan sebagai jaringan mafia peradilan.
Choky melihat, reformasi peradilan yang selama ini dijalankan MA, mulai keterbukaan informasi peradilan, perbaikan kesejahteraan hakim dan pegawai, pembenahan organisasi, pengawasan hakim, hingga sistem manajemen administrasi perkara belum signifikan mencegah dan memberantasan korupsi peradilan.
"Peristiwa tertangkapnya sejumlah oknum pengadilan ini dapat dikatakan reformasi peradilan berjalan mundur. Artinya, reformasi peradilan yang sudah dilakukan belum mampu mengatasi persoalan korupsi di peradilan," katanya.
Choky berharap, dengan terungkapnya sejumlah kasus korupsi di pengadilan tersebut MA dituntut untuk meningkatkan akselerasi reformasi lembaga pengadilan mulai pengadilan tingkat pertama hingga MA sendiri.
Karena itu, MaPPIF HUI mendesak Ketua MA bersikap lebih tegas terhadap masalah korupsi di lembaga peradilan. "MA juga mesti bekerja sama dengan KPK dan KY dalam upaya mengatasi permasalahan korupsi di lembaga peradilan," tandasnya.
Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang, Bengkulu.
Dalam perkara itu, penyidik berhasil menyita uang sebesar Rp 150 juta sebagai barang bukti. Uang tersebut disita dari tangan tersangka Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Kepahiang, Janner Purba.
"Penerima dua orang, yang satu Rp 150 juta yang satu lagi sedang mengembangkan tapi memang sudah ada penerima sebelumnya sejumlah Rp 500 juta. Jadi totalnya Rp 650 juta," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.
Pemberian suap tersebut dilakukan untuk memengaruhi putusan perkara penyalahgunaan Honor Pengawas dan Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus yang tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang Bengkulu.
Dalam perkara ini, dua orang yakni bekas Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit M Yunus, Syafei Syarif (SS) dan Direktur Keuangan Edy Santoni (ES) ditetapkan sebagai tersangka lantaran memberi suap.
Sementara tiga orang lainnya yakni Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kepahiang Janner Purba (JP), Hakim PN Kota Bengkulu Toton (T), Panitera PN Kota Bengkulu Badarudin Bacshin (BAB) ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menerima suap. (rm)