
Nusanews.com - Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, seharusnya melihat sisi lain dari kasus salah ketik "Komisi Perlindungan Korupsi Republik Indonesia" yang dilakukan staf honorer Direktorat Kewaspadaan Nasional Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Adi Feri.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah tokoh politik dan aktivis sosial akan menemui Mendagri untuk menolak pemecatan Adi Feri, pada esok hari (Selasa, 14/6). Mereka antara lain, Ratna Sarumpaet, Bursah Zarnubi, Sugiyanto Emik, Amir Hamzah, Tom Pasaribu, Uchok Sky Khadafi, Irfan Gani, Neta S. Pane, Eggi Sudjana, Bastian Simanjuntak, dan Andi Arief.
Dalam undangan dan pemberitahuan yang disebar ke publik, menurut mereka, bila Mendagri melihat lebih jauh, setidaknya ada pesan moral penegakan kebenaran dan kejujuran yang patut menjadi perhatian semua pihak.
Kesalahan pengetikan itu bisa bermakna introspeksi atau peringatan untuk semua lembaga dan institusi negara, juga kepada masyarakat, khusunya untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar jangan menjadi pelindung korupsi. Kesalahan pengetikan itu baik untuk KPK sebagai koreksi dan membuktikan kepada masyarakat tentang komitmen KPK dalam hal pemberantasan korupsi.
"Artinya pegawai staf honorer itu layak untuk mendapatkan predikat duta kejujuran yang seharusnya diberikan oleh KPK karena telah mengingatkan KPK untuk tetap jujur dalam penegakan pemberantasan korupsi, untuk tidak akan pernah melindungi koruptor," kata mereka.
Besok, para tokoh politik akan menemui langsung Mendagri Tjahjo Kumolo untuk menyatakan penolakan atas pemecatan Adi Feri. Dia adalah pegawai honorer yang baru tiga bulan bekerja di Kemendagri. Karenanya, kesalahan pengetikan tersebut mesti dianggap wajar terjadi.
Para pembela Adi Feri juga mengatakan, seharusnya yang dijatuhkan bukan langsung sanksi pemecatan melainkan pemberian sanksi yang berjenjang. (rm)