
Nusanews.com - Sekretaris Jenderal FITRA, Yenny sucipto menilai, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tidak konsisten. Salah satunya adalah pola keuangan perusahaan-perusahaan BUMN yang dianggap tidak sehat.
"Yang menjadi catatan kami, pemerintah Jokowi dalam hal ini melalui Kementerian BUMN yang ditunjuk mengelola BUMN baik induk maupun anak melakukan pola yang sama. Tidak ada roadmap atau design yang ditawarkan dalam 2 tahun kepemimpinan. Tapi polanya BUMN malah diarahkan berutang," ujar Yenny dalam konferensi pers di Kantor Fitra, Mampang, Jakarta, Minggu (5/6).
Sebagai contoh, lanjut Yenny, adalah komitmen pinjaman utang dari China Development Bank (CDB) sebesar USD 3 miliar. Hal ini membuat pengelolaan keuangan BUMN tidak diarahkan ke arah yang produktif karena dimanjakan dengan pinjaman tersebut.
"Perbankan kita seperti BRI, BNI, Mandiri itu diarahkan berutang. Kemudian kalau kita mencoba mengingat kita dikonstruksi menjadi salah satu lembaga yang mengarahkan kepada perekonomian yang berdaulat saya rasa tidak. Karena diarahkan berutang. Saya pikir 10 - 15 tahun lagi kalau Indonesia tidak bisa bayar hutang aset itu bisa dimiliki oleh China terutama soal perbankan. Ini cukup mengkhawatirkan dengan pola seperti ini," jelas dia.
Yenny menambahkan, hal ini menunjukan ketidakkonsistenan nawacita Presiden Jokowi-Jusuf Kalla yang terdapat dalam Rancangan Pembangunan Menengah Jangka Nasional (RPMJN) untuk indepedensi asing.
"Kita bisa berfikir bagaimana perekonomian kita apakah kita bisa mandiri ataukah kita bisa berdaulat dengan cara seperti ini," pungkas dia. (mdk)