
Nusanews.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan pemerintah masih tidak konsisten menerapkan tarif pajak dalam perhitungan PPh Migas dan Bagi Hasil Migas. Akibatnya Rp915,59 miliar penerimaan negara hilang pada 2015.
Temuan BPK ini tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2015 yang diserahkan kepada Presiden Jokowi, Senin (6/6/2016). Laporan yang sama pekan sebelumnya diserahkan BPK kepada DPR dan DPD.
"Pemerintah kehilangan penerimaan Negara dari PPh Migas minimal sebesar USD66.37 juta ekuivalen Rp915,59 miliar. Hal ini disebabkan Pemerintah belum melakukan amandemen PSC terkait," papar laporan tersebut yang salinanya di peroleh redaksi, Selasa (7/6/2016) di Jakarta.
Selain itu, masih dalam laporan tersebut, kehilangan penerimaan itu karena selama Tahun 2015, terdapat pembayaran PPh Migas dengan tarif yang lebih rendah dari tarif PPh yang dipergunakan dalam menyusun PSC karena penggunaan tarif tax treaty.
"Pemerintah masih belum menyelesaikan permasalahan inkonsistensi penggunaan tarif pajak dalam perhitungan Pajak Penghasilan Minyak dan Gas Bumi," papar laporan tersebut yang memberikan penekanan atas kelambatan tindak lanjut pemerintah.
Padahal, dalam pemeriksaan atas LKPP Tahun 2010 s.d. 2014, BPK telah mengungkapkan penggunaan tarif pajak dalam perhitungan PPh Migas dan Bagi Hasil Migas yang tidak konsisten. Namun pemerintah belum melakukan amandemen atas Production Sharing Contract (PSC).
"Sehingga dalam pemeriksaan atas LKPP Tahun 2015 BPK masih menemukan masalah yang sama," tegas laporan tersebut. (ts)