
Nusanews.com - Ingatkah pada sebuah pribahasa, “sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui” yang bisa mengandung arti sekali tepuk, dua nyamuk mati
Analogi pribahasa diatas bisa terlihat pada taktik yang sedang dimainkan oleh PDIP dan Ahok kedepannya
Mari kita cermati, mengapa Partai berbasis massa Islam di DKI Jakarta seperti PKS, PPP, PAN, PKB dan ditambah dua partai nasionalis seperti Gerindra serta Demokrat sekarang menjadi ‘pengikut’ dan menunggu PDIP
PDIP menempatkan diri sebagai magnet yang mampu menjadi penarik bagi partai partai berbasis massa Islam dan Nasionalis
Menunggu dan menempatkan diri ‘pengikut atau follower’ dari kekuatan PDIP
Siapapun yang dicalonkan oleh PDIP, akan dikondisikan didukung oleh sebuah koalisi besar partai yang menamakan diri koalisi kekeluargaan
Seolah ada dua kubu partai, partai lawan Ahok dan partai pendukung Ahok; yang menempatkan diri menjadi partai lawan Ahok akan masuk dalam koalisi kekeluargaan; sementara bagi yang mendukung Ahok masuk dalm koalisi 3 partai plus teman Ahok
Apakah benar terlihat demikian?
Sebuah fakta, kita mengenal karakter diri seorang Megawati Soekarnoputri, yang apabila seorang Mega ada ‘perbedaan politik’ dengan seseorang artinya kurang sreg; tentu akan mengambil jarak contohlah dengan SBY
PDIP boleh deklarasikan diri Lawan Ahok, tetapi sang ketua umum menerima santai Ahok dalam satu mobil bersama Jokowi ketika rakernas Golkar Selesai
Seandainya Ahok disamakan dengan sosok SBY, tentu penerimaan Mega pun akan berbeda (anggapan lawan politik)
Itu sebuah realitas politik, dimana Mega masih menerima Ahok dalam kaitan politik? lalu mengapa koalisi partai berbasis massa Islam masih mau menunggu PDIP? anehnya, ditambah alasan Lawan Ahok
Logika lawan Ahok, tetapi menunggu partai (PDIP) yang membangun ‘kompromi’ dengan Ahok, ada yang aneh?
PDIP adalah magnet untuk ‘mengendalikan’ suara partai bermassa Islam dan nasionalis agar tidak memiliki calon gubernur bersama
Pancingan koalisi yang dilakukan oleh PDIP memiliki dua agenda, pertama mengendalikan suara partai berbasis massa Islam kedua menghambat munculnya calon gubernur dari partai bermassa Islam yang diketahui menjadi lawan Ahok
Mengapa PKS, PPP, PAN, PKB, Gerindra, Demokrat tidak menjadi satu koalisi saja? mengapa harus menunggu PDIP, dan menempatkan PDIP seolah magnet?
Dengan taktik yang dilakukan PDIP, maka tidak ada calon gubernur yang bisa menjadi keterwakilan ummat Islam Jakarta saat ini, proses panjang dari ormas Islam untuk melahirkan sosok pemimpin akhirnya akan berakhir anti klimaks (ln)