logo
×

Senin, 22 Agustus 2016

PHK Dipastikan Meledak Jika Pemerintah Ngotot Naikkan Harga Rokok

PHK Dipastikan Meledak Jika Pemerintah Ngotot Naikkan Harga Rokok

Nusanews.com - Anggota Komisi X DPR RI, Irma Suryani menyebutkan, pemerintah harus mengkaji secara mendalam untuk menaikkan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus.

"Menaikkan harga rokok belum tentu menguntungkan petani tembakau dan buruh pabrik rokok, upah buruh belum tentu naik, juga harga tembakau. Bahkan karena berkurangnya konsumsi rokok akan mengakibatkan terjadinya PHK besar-besaran," kata Irma di Jakarta, Senin (22/08/2016).

Jika harga rokok tetap dinaikkan, maka pemerintah perlu mengantisipasi dampak PHK buruh pabrik dan berkurangnya produksi petani tembakau.

Hasil kenaikan cukai rokok, tegas Irma, juga harus dikembalikan untuk menjamin kesehatan masyarakat.

"Kenaikan cukai rokok harus dikembalikan untuk menjamin kesehatan masyarakat dengan menggratiskan biaya pengobatan untuk seluruh rakyat di kelas 3 (masyarakat dengan pendapatan UMR kebawah)," ujar Irma.

"Untuk hal tersebut,  pemerintah bisa mengalokasikan 50% dari hasil cukai rokok untuk membiayai BPJS kesehatan sekitar RP100 triliun. Dengan demikian, pemerintah hadir  ditengah masyarakat dengan jaminan kesehatan bagi masyarakat kelas bawah," ujarnya.

Jadi, sambung Irma, wacana menaikkan harga rokok menjadi  Rp50 ribu per bungkus, bukan solusi untuk bisa menurunkan jumlah perokok.

Menurutnya, yang akan berkurang adalah jumlah konsumsinya, yang tadinya sehari 2 bungkus, karena mahal menjadi  sehari hanya satu bungkus. Remaja atau mahasiswa yang tadinya satu bungkus jadi setengah bungkus dan seterusnya.

"Jika yang terjadi seperti Itu tentu tidak significant untuk  dapat perbaiki kesehatan masyarakat, Karena paparan nikotin tidak hanya berbahaya bagi perokok berat tapi juga bagi semua perokok ringan dan bahkan perokok pasif," kata dia. (rn)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: