logo
×

Sabtu, 13 Agustus 2016

Waduh! Kasus Suap Jalan, Gubernur Sumbar Mulai Dibidik KPK?

Waduh! Kasus Suap Jalan, Gubernur Sumbar Mulai Dibidik KPK?

Nusanews.com -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah membidik dugaan keterlibatan Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Irwan Prayitno terkait kasus suap proyek 12 ruas jalan di Provinsi Sumatera Barat yang menyeret mantan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, I Putu Sudiartana sebagai tersangka.

 Kasus merugikan negara Rp300 miliar itu disinyalir melibatkan piham Pemprov Sumbar. Kemarin penyidik  KPK memeriksa sejumlah pejabat tinggi di Sumatera Barat antara lain Irwan Prayitno dan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Reydonnyzar Moenek yang sebelumnya menjadi pejabat (Pj) Gubernur Sumatera Barat.

Selain itu diperiksa juga dua tersangka dugaan penyuapan tersebut yakni pengusaha bernama Yogan Askan, dan Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Pemprov Sumatera Barat Suprapto.

Para saksi dan tersangka tersebut sudah mendatangi Gedung KPK sejak pukul 10.00 WIB.
Usai menjalani pemeriksaan selama 4 jam, Yogan Askan, mengaku Gubernur Sumbar  Irwan Prayitno mengetahui soal suap untuk pengalokasian anggaran APBN P 2016. Pasalnya proyek dengan suap Rp500 juta itu melewati jalur birokrasi dengan persetujuan Irwan selaku pengguna anggaran.

"Sebagai kepala daerah tentunya tahu. Pengajuan anggaran (itu)," kata Yogan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/8/2016).

Menurutnya, pemeriksaan penyidik KPK terhadap Irwan diyakini merupakan pengembangan kasus sehingga KPK meminta keterengan Irwan.

"Ya itu pengeembangan aja. Sebagai pemerintah daerah pasti tahu," ujarnya sambil masuk ke dalam mobil tahanan.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan penyidik KPK memeriksa Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno dan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Reydonnyzar Moenek. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Yogan Aska dan I Putu Sudiartana.

"Keduanya datang. Keduanya dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka YA (Yogan Askan) dan IPS (I Putu Sudiartana)," kata Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (12/8/2016).

Menurut Priharsa, kedua saksi diduga mengetahui banyak soal suap terkait pengurusan anggaran di DPR untuk alokasi Provinsi Sumbar pada APBNP 2016. Oleh karenanya KPK perlu memeriksa keduanya terkait anggaran dan program kerja dalam proyek 12 ruas jalan tersebut. Apalagi nilai proyek 12 ruas jalan tersebut mencapai Rp300 miliar.

"Yang bersangkutan diperiksa soal anggaran dan program kerja," jelasnya.

Dalam kasus ini KPK baru menjerat 5 orang tersangka. Kelimanya yakni mantan anggota Komisi III DPR, I Putu Sudiartana, Noviyanti selaku staf Putu di Komisi III, Suhemi yang diduga perantara, seorang pengusaha bernama Yogan Askan, serta Kepala Dinas Prasarana Jalan dan Tata Ruang dan Pemukiman Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Suprapto.

Putu diduga menerima suap Rp500 juta. Selain itu, saat menangkap Putu yang juga Wakil Bendahara Umum Demokrat ini di rumah dinasnya, penyidik KPK berhasil menyita uang sebesar SGD 40 ribu. Suap tersebut diduga diberikan oleh dua pihak yakni Kepala Dinas Sarana Prasaranan Jalan dan Tata Ruang Pemukiman Pemerintah Provinsi Sumbar, Suprapto dan Yogan Askan.

Atas perbuatannya, Yogan Askan dan Suprapto disangka menjadi pemberi suap. Keduanya dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 ahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Sudiartana, Noviyanti, dan Suhaemi menjadi tersangka penerima suap. Mereka dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (jpnn)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: