logo
×

Minggu, 18 Desember 2016

Djarot Saiful Hidayat: Naman Bilang Ke Saya, Bapak Sama Seperti Ahok Yang Menistakan Agama

Djarot Saiful Hidayat: Naman Bilang Ke Saya, Bapak Sama Seperti Ahok Yang Menistakan Agama

NUSANEWS -  Jago cawagub yang diusung koalisi besar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengapre­siasi sikap gentle terdakwa kasus pengadangan kam­panyenya, Naman Sanip yang langsung meminta maaf kepadanya.

Djarot mengatakan, Naman melakukan pengadangan terhadapnya saat itu bisa jadi lantaran belum mengenalnya secara dekat. "Kalau sekarang kan sudah kenal, jadinya sudah sayang," tuturnya.

Seperti diketahui, Naman merupakan warga Kampung Bugis, Kembangan, Jakarta Barat yang melakukan pengadangan saat Djarot hendak kampanye di Kembangan Utara, Jakarta Barat pada 9 November 2016.

Karena perbuatannya, kini Naman menjadi terdakwa. Dia didakwa telah melanggar Pasal 187 ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dengan ancaman pidana penjara 1-6 bulan pen­jara atau sedikitnya Rp 600.000 atau palingbanyak Rp 6 juta. Berikut keterangan Djarot terkait kronologi pengadangan serta harapannya terhadap proses perkara yang menjerat Naman;

Sebetulnya bagaimana sih kronologi pengadangan itu? 
Jadi pada 9 November itu, saya dijadwalkan kampanye di tiga sampai empat titik di Kembangan Utara. Di titik per­tama tidak ada masalah. Saya bertemu dan berdialog den­gan warga. Mereka menerima saya dengan baik. Kemudian kami jalan menyeberangi Kali Pesanggrahan. Kami ingin men­injau lokasi RW 05. Setelah menyeberang, ada sekelom­pok orang berteriak-teriak dan nyanyi-nyanyi.

Apa yang mereka teriakan dan nyanyikan saat itu? 
Mereka menyanyikan lagu 'Tolak Djarot'. Mereka juga membawa spanduk bertuliskan 'Tolak Ahok penista agama'.

Apa yang anda lakukan melihat hal itu? 
Saya kemudian menghampiri mereka. Saya lalu menanyakan, siapa komandannya, siapa ko­mandannya, dan Pak Naman pun muncul. Itu sebabnya saya percaya dia pemimpin aksi pen­gadangan tersebut.

Memang para pengadang lain tidak ada yang ikut maju? 
Tidak ada. Mereka pada diam. Menurut saya itu tindakan se­orang ksatria. Oleh sebab itu saya sampaikan tadi saya mem­berikan apresiasi.

Setelah berhadapan, apa yang anda lakukan? 
Saya lalu bilang kepada Pak Naman ini, kalau tidak suka jan­gan pilih saya pada 15 Februari nanti, beres kan. Kemudian saya jelaskan, kampanye itu dilind­ungi undang-undang. Pelanggar bisa dilaporkan ke Bawaslu dan polisi.

Bagaimana respons Naman mendapat penjelasan terse­but? 
Dia malah bilang ‘Bapak sama seperti Ahok yang menistakan agama’. Itu kan artinya niatnya jelas mengadang kampanye.

Tapi Naman menyatakan kalau aksi tersebut hanya unjuk rasa, bukan pengadan­gan? 
Saya tidak sepakat. Soalnya masyarakat di sana menerima saya, yang menolak diketahui sebagai orang luar.

Ditambah lagi dengan adanya pernyataan tadi. Makanya, saya anggap ini adalah pengadangan, bukan penolakan atau unjuk rasa biasa.

Dengan ditolaknya eksepsi terdakwa kemarin, persidan­gan dilanjutkan. Apa persia­pan khusus untuk menghadapinya? 
Persiapan khusus tidak ada, tapi saya selalu membawa cata­tan buku ini tercatat jam, lokasi, dan persoalan seperti apa yang terjadi saya catat. Jadi soal seperti ini ada di catatan saya ini.

Apa harapan anda terkait kasus ini? 
Pertama tentu saya berharap supaya kasus ini bisa cepat se­lesai. Karena aktivitas saya juga terganggu harus bolak-balik ke pengadilan. Kedua, saya ber­harap jika dia dihukum, huku­mannya jangan terlalu berat.

Kenapa anda mengharap­kan seperti itu? 
Karena saya peduli pada yang mengadang saya. Mungkin dia enggak tahu apa yang dia kerja­kan. Secara pribadi sudah saya maafkan. Tapi proses hukum tetap harus berjalan. *** (rmol)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: