
Menurut Prof.Andi Hamzah pada saat acara ILC Tv One Selasa Malam 17 Januari 2017 dalam acara yg ber thema "HOAX Versus KEBEBASAN BERPENDAPAT : "Tidak semua kejahatan itu dapat dipidana dan tidak semua pidana itu kejahatan, bahkan di Belanda sendiri yang merupakan asal muasal hukum yg berlaku di Indonesia, tidak semua kejahatan harus diadili secara pidana dan masuk penjara, cukup di denda tanpa ada ancaman kurungan. Karena tujuan pemidanaan dalah pembinaan bukan balas dendam".
Bila betul apa yg dikatakan oleh Ahli Hukum pidana, yang juga beliau sebagai salah satu penyusun KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Prof. Andi Hamzah tersebut, Maka Indonesia sebagai Negara bekas jajahan Belanda yg masih mengadopsi sistem hukum dan Undang-undang (KUHP) Belanda, Indonesia merupakan negara "Primitif di Bidang hukum dan penegakan hukum", karena semua kejahatan dimasukkan dalam pidana dan semua pidana dianggap kejahatan, dengan tujuan penegakan hukum untuk balas dendam serta memenjarakan orang.
Dan Indonesia yang sejak reformasi 1998 sampai saat ini sudah menjadi "Negara Demokrasi" namun akhir-akhir ini menjadi "Negara Demokrasi Terpasung", Karena "Politik Balas Dendam" dengan alasan "Penegakan Hukum" yang menggunakan perangkat penegakan hukum (UU, Polisi,Jaksa,Hakim) sebagai alat politik dan hukum untuk melaksanakan pemasungan dan jeratan hukum terhadap orang-orang yang mempunyai afiliasi politik yang berbeda bahkan berseberangan dan bertentangan dengan kepentingan politik, hukum dan kekuasaan "Penguasa", fakta tersebut dapat dilihat dalam situasi dan kondisi akhir-akhir ini dalam kehidupan berpolitik dan hukum serta kehidupan berbangsa dan bernegara yang terjadi di Republik Inonesia, saling melaporkan untuk melakukan kriminalisasi terhadap kasus dari oknum yang satu pada kasus oknum yang lain, tuduhan fitnah, hujat menghujat, hina menghina, ujaran kebencian dan kasus hukum lainnya dipakai sebagai alasan untuk oknum-oknum aparat penegak hukum yang berada didalam "Tirani Kekuasaan" melakukan tindakan "Represif" terhadap siapapun yang dirasakan merugikan kepentingan politik, hukum dan kekuasaan "Penguasa".
Atas nama Hukum dan Penegakan Hukum, dijadikan sebagai alat "transaksional pangkat, jabatan dan kekuasaan"!! Dan yang menjadi "Naif" adalah ketika oknum-oknum yang mengaku sebagai intelektual, akademisi, politisi, polisi, yang terjebak dalam pemikiran "Tirani Kekuasaan" Penguasa, justeru mereka mempraktekkan "Tirani Kekuasaan" tersebut melalui kekuasaan dan penguasaan intelektualnya maupun kekuasaan jabatannya untuk membela kepentingan politik, hukum, kekuasaan penguasa berupa "Demokrasi Pemasungan" padahal teori demokrasi pemasungan itu tidak pernah ada dalam teori demokrasi di dunia demokrasi, namun di Indonesia bukan teori yang berlaku tapi praktek "Demokrasi Pemasungan" yang saat ini sedang diberlakukan dengan menggunakan perangkat penegakan hukum serta praktek kriminalisasi terhadap apa dan siapa yang menjadi lawan politik atau setidaknya berlawanan kepentingan politik, hukum dan kekuasaan dengan penguasa.
Sungguh sangat memalukan negeri dongeng ini yang penuh dengan badut-badut Politik, badut-badut hukum dan kekuasaan mempertontontak atraksi serta tarian-tarian "Demokrasi Pemasungan".
Semoga rakyat sadar dan tidak terpengaruh dijalan yang sesat !! Demikian catatan pinggir Politik, hukum dan kekuasaan di Negeri dongeng ini.
(Nicholay Aprilindo/Aktivis/Pengamat Hukum&Politik)