
IDNUSA - PT Garuda Indonesia Tbk memastikan kasus dugaan suap pengadaan Mesin Pesawat Airbus dan Boing bermerk Rolls Royce yang melibatkan bekas Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar, tidak ada kaitannya dengan kegiatan korporasi, namun lebih kepada tindakan perseorangan. Garuda menyerahkan penanganan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia Benny S Butarbutar menyatakan, sikap manajemen Garuda Indonesia saat ini adalah mencermati dengan seksama perkembangannya.
"Kami ikuti perkembangan yang sedang dilakukan penegak hukum. Sebagai koorporasi, Garuda akan kooperatif dengan pihak KPK. Intinya kami menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum," kata Benny kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Ia meminta agar semua pihak bisa membedakan antara kasus suap yang melibatkan Emirsyah dengan Garuda sebagai korporasi.
Menurutnya, kasus suap merupakan tindakan perseorangan yang merupakan perilaku dan integritas yang tidak ada kaitannya dengan perusahaan.
Garuda Indonesia, lanjut Benny, juga sudah memiliki mekanisme dalam seluruh aktivitas bisnisnya. Mulai dari penerapan sistem Good Corporate Governance (GCG) yang diterapkan secara ketat hingga transparansi dalam informasinya.
Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan, dalam kasus dugaan suap ini tak ada sangkut pautnya dengan PT Garuda Indonesia.
"Bahwa, gratifikasi ini tidak dinikmati oleh perusahaan. Gratifikasi ini dinikmati oleh individu. Kalau kita menyangkakan ini perbuatan individu mungkin lebih tepat," kata Agus.
Bukan Kejahatan Tunggal
KPK membuka kemungkinan pengusutan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat dengan tersangka Emirsyah Satar.
"Kasus ini bukan kejahatan tunggal. Tentu dalam pengembangan penyidikan, terbuka kemungkinan ke arah TPPU," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Kamis lalu.
Untuk mengusut dugaan TPPU itu, KPK telah menjalin kerja sama dengan lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO) dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) di Singapura. Laode bilang, satu bentuk kerja sama yang sudah dilakukan adalah pembekuan rekening Emir di Singapura.
Laode menuturkan, penyitaan terhadap uang maupun barang hasil suap akan disesuaikan sesuai wilayah temuan. Apabila barang hasil suap berada di Indonesia, maka KPK berwenang menyita. Sementara jika barang hasil suap ada di Inggris atau Singapura, maka yang berwenang menyita adalah SFO dan CPIB.
"Perkara ini memang bentuk korupsi lintas negara atau transnasional. Jadi kami bekerja sama intensif dengan SFO dan CPIB," katanya.
Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno mengatakan, ditetapkannya Emirsyah Satar sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh KPK diharapkan bisa menjadi titik awal membongkar penyelewengan lain yang terjadi di perusahaan BUMN tersebut.
Dia menduga, banyak terjadi penyelewengan yang belum terkuak oleh penegak hukum, yang membuat perusahaan pelat merah tersebut kerap merugi.
"Ini sekaligus menguak tabir tanda tanya yang selama ini ada, mengapa perusahaan penerbangan lain bisa untung sementara Garuda buntung terus?" kata Teguh.
Meski begitu, ia berharap, terjeratnya Emirsyah tidak berimbas pada kinerja Garuda ke depan. Ia meminta manajemen Garuda saat ini bekerja profesional memajukan BUMN penerbangan itu.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono mengatakan, KPK jangan hanya sampai Emirsyah Satar saja dalam mengungkap kasus pengadaan mesin pesawat ini. Sebab, disinyalir masih ada otak utama di belakang kasus itu.
"Saat Garuda Indonesia melakukan pengadaan mesin pesawat Airbus dan Boing bermerk Rolls Royce, kinerja keuangan Garuda dalam keadaan yang sangat jelek dan masih menanggung utang triliunan rupiah," kata Arief kepada Rakyat Merdeka.
Sehingga, sambung dia, saat itu akan sangat sulit mendapatkan pembiayaan untuk membeli pesawat baru.
"Ada indikasi suap lintas negara di kasus ini sehingga KPK menetapkan mantan Dirut Garuda sebagai tersangka. Karena itu, kalau mampu KPK juga harus bisa menangkap warga negara asing yang terlibat," tegasnya.
Emir sebelumnya diduga menerima suap berbentuk uang 1,2 juta euro, 180 ribu dolar AS, dan dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia. Salah satu barang yang diterima, yakni kondominium yang disewakan di Singapura. (rmol)