logo
×

Jumat, 13 Januari 2017

KPK Bakal Jerat 2 Hakim Pengadilan Jakarta Pusat

KPK Bakal Jerat 2 Hakim Pengadilan Jakarta Pusat

NUSANEWS - KPK bakal menjerat dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya. Keduanya diduga terlibat bersama Panitera Pengganti Santoso menerima suap dari advokat Raoul Adhitya Wiranatakusumah.

Dalam dakwaan perkara Santoso, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menyebutkan Santoso menerima suap secara bersama-sama. Lantaran itu, JPU mencantumkan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau pasal penyertaan.

Dalam surat tuntutannya, JPU KPK kembali menegaskan ket­erlibatan hakim. JPU menye­butkan, sebagian uang diterima Santoso dari Raoul ditujukan untuk Partahi dan Casmaya. Santoso pun dianggap hanya se­bagai perantara suap dari Raoul kepada hakim.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menegaskan, pencantuman Pasal 55 KUHP itu artinya perbuatan penerimaan suap dilakukan bersama-sama antara Santoso dan kedua hakim.

"KPK menggunakan pasal suap untuk hakim dengan pasal penyertaan terhadap panitera dalam tuntutan karena cukup meyakini bahwa perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama," tandasnya.

Dalam kasus ini, Santoso di­tangkap KPK seusai menerima 28 dolar Singapura yang berasal dari Raoul. Ketika Santoso di­geledah, ditemukan dua amplop cokelat. Satu amplop bertulis­kan "HK" berisi 25 ribu dolar Singapura. Satu amplop lagi yang bertuliskan "SAN" berisi 3 ribu dolar Singapura.

"Meskipun uang belum di­terima, namun terdapat sejumlah pertemuan dan komunikasi yang menurut penuntut umum dapat dibuktikan," kata Febri.

Raoul ketika memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta mengungkapkan dirinya diminta bertemu hakim yang menyidangkan perkara gugatan perdata PT Mitra Maju Sukses (MMS) terhadap PT Kapuas Tunggal Persada (KTP). Permintaan itu disampaikan Santoso. "Semua pertemuan saya dengan majelis (hakim) berdasarkan arahan dari Pak Santoso," kata Raoul yang menjadi kuasa hukum PT KTP.

Raoul menyebutkan dua kali bertemu hakim Partahi dan Casmaya. Partahi adalah hakim ketua dalam perkara perdata PT KTP melawan PT MMS. Sedangkan Casmaya hakim anggota.

Raoul menuturkan pertemuan pertama terjadi di ruang kerja Casmaya. Raoul datang memperkenalkan diri dan ingin membicarakan perkara. "Saya mengeluh karena PT MMS mengganti pokok gugatannya," beber Raoul.

Casmaya menyarankan agar keberatan disampaikan dalam kesimpulan dalam pertemuan singkat itu.

Setelah bertemu Casmaya, Raoul juga pernah mendatangi dengan Partahi di ruang kerja. Ia juga menyampaikan keluhan yang sama. "Katanya (Partahi) masukan saja dalam kesimpulan," tutur Raoul.

Pertemuan kedua terjadi sebelumpembacaan putusan. Raoul kembali diminta Santoso meng­hadap hakim. Saat itu, majelis telah beberapa kali menunda pembacaan putusan. "Saya tanya sama Pak Santoso kenapa ditun­da terus. Dia bilang karena Raoul belum menghadap. Akhirnya saya menghadap," ujar Raoul.

Dalam pertemuan itu, Partahi memberitahu akan membaca­kan putusan pada 27 Juni 2016 atau 29 Juni 2016 atau setelah Lebaran.

Pada 30 Juni 2016, majelis ha­kim membacakan putusan yang menyatakan gugatan PT MMS tidak dapat diterima.

Setelah putusan dibacakan, Santoso menghubungi Raoul terkait janjinya, karena telah ditagih oleh hakim Casmaya.

Casmaya yang bertemu dengan Santoso saat sedang mengan­tre absen di PN Jakarta Pusat, menanyakan mengenai rencana pemberian uang untuk hakim dengan kalimat "Bagaimana itu Raoul?". Kemudian dijawab oleh Santoso, "Besok Pak".

Raoul berdalih menyuap ha­kim karena terpengaruh Santoso. "Dia bilang, 'Sini deh saya urusin supaya menang. Siapkan saja ratusan juta, lebihnya buat saya'. Dia juga bilang, 'Saya ngerti, kamu kan maunya gugatanditolak dan seluruh perjanjian dibatalkan'," kata Raoul

Santoso meminta disiapkan uang Rp 250 juta untuk hakim dan Rp 30 juta untuk imbalan dirinya. Uang dalam pecahan dolar Singapura supaya bentuknya tipis.

Santoso yang duduk di kursi terdakwa membantah kesaksian Raoul. "Saya tidak pernah me­nawarkan pengurusan perkara atau tentukan jumlah uang atau memenangkan perkara ini karenaitu bukan tugas panitera pengganti," katanya.

Hakim Partahi yang juga di­hadirkan dalam persidangan ini mengakui pernah bertemu dengan pengacara yang dibawa Santoso. Namun orangnya bu­kan Raoul.

"Awal sidang pernah ada pengacara yang dibawa Santoso. Saya tanya, 'Ibu siapa?' Dia bilang, dia kuasa dalam perkara 503. Kata Santoso, 'Itu perkara yang batubara'," ujar Partahi.

Awalnya Partahi mengaku tak mengingat nama pengacara itu. Setelah diingatkan jaksa KPK, Partahi menyebut namanya Susi Manurung. Susi adalah kuasa hukum PT MMS yang meng­gugat PT KTP.

Lantaran kesaksian Partahi berbeda dengan Raoul, jaksa KPK melakukan konfrontir. Partahi kukuh pada kesaksiannya tak pernah bertemu Raoul.

Kilas Balik
Pengadilan Nyatakan Dakwaan Penyuapan Hakim Tak Terbukti

Advokat Raoul Aditya Wiranatakusumah dinyatakan tak terbukti menyuap dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun Raoul divonis bersalah atas perbuatannya memberikan rasuah kepada Panitera Pengganti MSantoso.

"Terbukti secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Menyatakan menghukum terdak­wa (Raoul) dengan pidana 5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta atau subsider 3 bulan kurungan," ujar ketua majelis hakim dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta 9 Januari 2017.

"Terdakwa terbukti memberikansejumlah uang dalam dua buah amplop melalui asistennya (Ahmad Yani), untuk selanjutnya diserahkan kepada panitera pengganti MSantoso," ucap majelis ha­kim dalam pertimbangan putusan.

Raoul memutuskan pikir-pikir atas putusan ini Begitu pula jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

Sebelumnya, Raoul dituntut 7,5 penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara. Raoul didakwa menyuap hakim Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya lewat Santoso sebesar 28 ribu dolar Singapura. Rinciannya, 25 ribu dolar Singapura untuk hakim. Sisanya 3 ribu dolar Singapura untuk Santoso.

Pemberitan suap itu agar ha­kim menolak gugatan PT Mitra Maju Sukses (MMS) terhadap PT Kapuas Tunggal Persada (KTP). Raoul adalah kuasa hukum PT KTP. Namun majelis ha­kim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Raoul hanya ter­bukti menyuap Santoso.

Kemarin, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga membacakan vonis terhadap asisten Raoul, Ahmad Yani. "Terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider," kata ketua majelis hakim, Ibnu Basuki Widodo.

Yani didakwa dengan dua dakwaan. Pada dakwaan primer, dise­but bahwa ia bersama-sama dengan Raoul menyuap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Casmaya dan Partahi Tulus Hutapea.

Namun, majelis hakim menilai dakwaan tersebut tidak ter­bukti. Sehingga, majelis membe­baskannya dari dakwaan primer, yakni Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pertimbangannya, majelis menyebutkan Yani bersama-sama dengan Raoul memberikan suap 28 ribu dolar Singapura kepada Santoso. Yani pun dianggap terbukti melanggar dakwaansubsider yakni Pasal 5 ayat 1 Undang-undang 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Hakim akhirnya menghukum Yani dipenjara selama 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan karenamenyuap Santoso. "Saya menerima, Yang Mulia Hakim," kata Yani menanggapi vonis terhadap dirinya. Sementara JPU KPK memutuskan pikir-pikir selama 7 hari. (rmol)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: