logo
×

Rabu, 18 Januari 2017

Sidang Keenam Ahok: Salah Ketik LP, Teguran Hakim dan Amanah Massa

Sidang Keenam Ahok: Salah Ketik LP, Teguran Hakim dan Amanah Massa

NMIndonesia - Bripka Agung Hermawan dan Briptu Ahmad Hamdani bersaksi di sidang keenam Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mereka ditanyai majelis hakim seputar salah ketik penulisan tanggal pelapor Willyudin Abdul Rosyid saat menonton video Ahok.

Sidang keenam Ahok digelar di auditorium gedung Kementerian Pertanian, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, pada Selasa (17/1/2017). Jaksa penuntut umum (JPU) sejatinya ingin menghadirkan enam saksi. Namun hanya tiga saksi yang dapat memberikan keterangan dalam sidang kasus dugaan penistaan agama tersebut.

Saksi pertama yang dimintai keterangan adalah Briptu Ahmad Hamdani selaku penerima laporan dari Willyudin. Majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto melakukan cross-check keterangan waktu dan tempat kepada penyidik.

Briptu Ahmad menjelaskan aduan atas Ahok dilakukan Willyudin, yang didampingi tiga orang lainnya. Laporan Willyudin diterima Briptu Ahmad pada Jumat, 7 Oktober 2016. Saat melapor, Willyudin menyebut video yang diberikan adalah rekaman pernyataan Ahok saat berada di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Pidato Ahok yang kemudian dipolisikan sebenarnya terjadi pada 27 September 2016.

Di hadapan majelis hakim, Briptu Ahmad mengaku menuliskan tanggal kejadian dugaan penistaan agama di Kepulauan Seribu sama dengan tanggal pelapor menonton video YouTube pada 6 September 2016.

Dalam sidang tersebut, majelis hakim menegur Briptu Ahmad karena tidak menjawab lugas soal pencatatan tanggal pelapor saat menyaksikan video Ahok. "Saudara sudah disumpah, jangan ketawa-ketawa begitu. Kalau Saudara tidak ingat, itu lupa. Saudara ngerti bahasa Indonesia saya kira. Saya menerima laporan ini fatal nanti," tegur hakim.

Setelah Bripka Ahmad, giliran anggota Polresta Bogor Bripka Agung Hermawan ditanyai hakim soal salah ketik penulisan tanggal pelapor Willyudin menonton video Ahok. Di laporan polisi diketik tanggal pelapor menonton video Ahok adalah Kamis, 6 September 2016, yang seharusnya ditulis hari Selasa.

Bripka Agung mengaku alpa, tak melakukan cek tanggal dan hari yang dituliskan dalam pelaporan Ahok atas dugaan penistaan agama. Menurut hakim, kesalahan penulisan ini menjadi fatal terkait dengan waktu kejadian tindak pidana. Pelaporan dengan penulisan tepat penting dalam kaitan dengan proses hukum yang ditindaklanjuti.

Keterangan dua polisi ini lalu dikonfrontir dengan pelapor Willyudin. Dia tetap mengaku menonton video di YouTube pada 6 Oktober, bukan 6 September, seperti kesaksian yang disebut Briptu Ahmad.

Willyudin juga mengaku laporannya sempat ditolak oleh Polresta Bogor. Willyudin lantas menyebutkan jumlah jemaah yang memberikan amanah kepadanya.

Berikut 3 kisah sidang keenam Ahok:

Briptu Ahmad, yang dihadirkan sebagai saksi pertama, menyebut Willyudin melaporkan kejadian dugaan penistaan agama dalam pidato Ahok pada 6 September 2016. Pada tanggal ini pula, Willyudin disebut Briptu Ahmad menonton video Ahok melalui YouTube.

Namun keterangan ini langsung dibantah Willyudin. Dia mengaku menonton video di YouTube pada 6 Oktober. Urusan tanggal ini juga menjadi fokus tanya-jawab dalam persidangan.

Saat pelaporan, Briptu Ahmad mencatat waktu Willyudin menonton video pada 6 September yang sebenarnya hari Selasa, namun ditulis dalam pelaporan menjadi hari Kamis. Keterangan waktu ini juga dianggap janggal karena peristiwa saat Ahok bertemu dengan warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, terjadi pada 27 September 2016.

Selain soal penulisan laporan terhadap Ahok, majelis hakim bertanya mengenai lokasi aduan ke Mapolresta Bogor. Hakim menanyakan alasan laporan tidak langsung diteruskan ke Polres Kepulauan Seribu sesuai dengan lokasi pidato Ahok, yang diduga mengandung penistaan agama.

"Kenapa tidak suruh lapor di sana?" tanya hakim.

"Ya kan kita harus terima laporan, kalau ke Pulau Seribu kan jauh, saya hanya nerima laporan, nanti diteruskan," jawab Briptu Ahmad.

Anggota Polrestra Bogor, Bripka Agung Hermawan, juga ditanya soal salah ketik penulisan tanggal pelapor Willyudin Abdul Rosyid menonton video Ahok. Di laporan polisi diketik tanggal pelapor menonton video Ahok pada Kamis, 6 September 2016, yang seharusnya ditulis Selasa.

"Apa benar hari Kamis?" tanya hakim dalam sidang Ahok di auditorium Kementan, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2017).

Bripka Agung mengaku alpa, tak melakukan cek tanggal dan hari yang dituliskan dalam pelaporan Ahok atas dugaan penistaan agama. "Mohon maaf, saya tidak cross-check tanggal," jawabnya.

Briptu Ahmad ditegur majelis hakim karena tidak menjawab lugas soal pencatatan tanggal pelapor saat menyaksikan video Ahok.

"Sebelum ditandatangani ada beberapa koreksi, apakah tanggal 6 September menjadi Oktober?" tanya hakim kepada Briptu Ahmad dalam sidang Ahok di auditorium Kementan, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2017).

"Kurang tahu," jawab Briptu Ahmad.

Hakim kembali bertanya soal tanggal pelapor Willyudin menonton video Ahok saat berada di Kepulauan Seribu, yang ditulis 6 September 2016. Willyudin yang dihadirkan lagi dalam persidangan hari ini membantah keterangan Briptu Ahmad.

Willyudin, yang langsung dikonfrontasikan dengan Briptu Ahmad, mengaku melihat video pada 6 Oktober. "Jadi tanggal dikoreksi pelapor?" tanya hakim.

"Kurang tahu," jawab Briptu Ahmad mengulang jawaban yang sama atas pertanyaan sebelumnya.

Gara-gara jawaban ini, majelis hakim menegur Briptu Ahmad. Hakim mengingatkan pentingnya pelaporan polisi dibuat sesuai fakta tanpa ada kesalahan penulisan.

"Saudara sudah disumpah, jangan ketawa-ketawa begitu. Kalau Saudara tidak ingat, itu lupa. Saudara ngerti bahasa Indonesia saya kira. Saya menerima laporan ini fatal nanti," tegur hakim.

Hakim juga menegur Bripka Agung. Menurut hakim, kesalahan penulisan ini menjadi fatal terkait dengan waktu kejadian tindak pidana. Pelaporan dengan penulisan tepat penting dalam kaitan dengan proses hukum yang ditindaklanjuti.

"Harusnya teliti, jam, tanggal, kasus yang dilaporkan waktu kejadiannya kapan dicocokkan kalender, bukan hanya diterima. Makanya tadi ditanya ketua majelis apakah pernah ada koreksi dari pelapor?" imbuh hakim anggota.

Saksi Willyudin mengaku laporannya sempat ditolak oleh Polresta Bogor. Dia lantas menyebutkan jumlah jemaah yang memberikan amanah kepadanya.

"Tadinya laporan saya tidak diterima, kemudian saya diminta konsultasi dengan Reskrim-nya. Kalau laporan ini tidak diterima bahwa besok umat Islam ribuan orang ke sini karena (laporan) itu adalah amanah dari jemaah. Saya berharap laporan saya diterima," tutur Willyudin dalam sidang Ahok di auditorium Kementan, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2017).

Seusai persidangan, Willyudin kepada wartawan menjelaskan dirinya tidak mengumbar ancaman terkait dengan laporannya ke polisi. "Bukan mengancam, kalau ini tidak diterima laporan saya, besok akan ada 1.000 orang yang datang melapor untuk membuat laporan sendiri-sendiri. Apa Bapak nggak repot?" sebutnya. (dtk)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: