
IDNUSA - Masyarakat Papua mengaku tidak yakin jika PT Freeport Indonesia punya itikad baik untuk membangun smelter atau tempat pengolahan bahan mentah, sebagaimana aturan dalam Undang-Undang Minerba.
Menurut Ketua Gerakan Papua Optimis Jemmy Demianus Ijie, sejak perusahaan asal Amerika Serikat itu beroperasi, kontribusi untuk Papua sangatlah minim. Dia menggambarkan kondisi nyata Papua, di mana di tengah Kota Timika masih banyak ditemukan jalanan yang rusak dan berlubang. Kondisi itu masih jauh lebih baik jika dibandingkan dengan jalanan yang ada di tingkat kecamatan.
"Boro-boro Freeport itu membangun smelter di Papua, bangun rumah sakit rujukan saja tidak ada sampai hari ini," ujarnya dalam diskusi bertajuk 'Republik Freeport' di kawasan Cikini, Jakarta (Sabtu, 25/2).
Hal tersebut, lanjut Jemmy sangat menyulitkan masyarakat yang kekayaan alamnya dikeruk oleh Freeport. Di mana, masyarakat Papua harus pergi ke Makassar, Jogjakarta, Surabaya, dan Jakarta untuk berobat dengan biaya terlampau tinggi.
"Adakah satu sekolah unggulan yang dibangun oleh Freeport untuk orang Papua, juga tidak ada. Apalagi membangun smelter," ketusnya.
Faktanya, kata Jemmy, keberadaan Freeport di Bumi Cenderawasih seolah-olah merupakan negara dalam negara.
"Faktanya memang ada negara dalam negara. Freeport sudah tidak mengakui kedaulatan kita, dengan seenaknya saja dia mendikte. Sudah dari dulu, saya berteriak bahwa Freeport sebaiknya pergi, dan orang Papua bisa sejahtera tanpa Freeport," tegasnya. (rm)