logo
×

Sabtu, 04 Februari 2017

MUI: Jangan Perlakukan Kiai Ma'ruf Seperti Penjahat

MUI: Jangan Perlakukan Kiai Ma'ruf Seperti Penjahat

IDNUSA - Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia, Ikhsan Abdullah, sangat kecewa dengan sikap pihak terdakwa penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, terhadap Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ma’ruf Amin, dalam persidangan. Ikhsan menilai sikap Ahok dan tim penasihat hukumnya sangat merendahkan salah satu pemimpin besar umat Islam di Indonesia tersebut.

Bagi para ulama di Indonesia, dijelaskan Ikhsan, Ma’ruf adalah panutan. Bahkan di Nahdlatul Ulama, Kiai Ma’ruf adalah Rais Aam. Karena itu, wajar banyak warga NU dan dari organisasi Islam lainnya, yang marah dengan Ahok dan tim kuasa hukumnya.

"Sehingga, jangan diperlakukan seperti seorang penjahat. Ini hak asasi harus dijunjung tinggi, apalagi tokoh agama," kata Ikhsan dalam diskusi bertajuk 'Ngeri-ngeri Sadap' di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu, 4 Februari 2017.

Ikhsan mengatakan, seharusnya Ahok dan tim hukumnya mengerti Kiai Ma’ruf adalah Ketua Umum MUI. Namanya Majelis Ulama Indonesia, terang Ikhsan, bukan seperti majelis pengajian biasa, melainkan terdiri dari seluruh organisasi-organisasi Islam besar di Indonesia.

Sementara di NU sendiri, Ma’ruf adalah umaroh besar yang memiliki lebih dari 80 juta jemaah. Kemudian, Ikhsan juga menilai tim pengacara Ahok tak memperhatikan niat baik dan pengorbanan besar Ma’ruf yang sudah menyempatkan hadir menjadi saksi dalam persidangan.

"Kiai Ma’ruf hadir dalam persidangan karena menjunjung tinggi hukum yang berlaku di Indonesia," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ikhsan mengatakan tuduhan mengenai afiliasi politik yang dicecar pengacara Ahok ke Ma’ruf tidak mendasar dan tanpa bukti  kuat. Harusnya, kata Ikhsan, Ahok dan timnya adil, dengan menyebutkan bukti didapatnya, serta sumbernya, lalu mengonfirmasi kepada saksi.

"Bukti dan keterangan soal penyadapan ini sangatlah tidak jelas," kata Ikhsan.

Sebelumnya, pengacara Ahok, Humphrey Djemat, mencecar Ma’ruf soal pertemuannya dengan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, di kantor PBNU pada Jumat, 7 Oktober 2016. Setelah itu, Humphrey menanyakan apakah sebelum pertemuan itu ada pembicaraan dengan SBY melalui telepon pada pukul 10.16 WIB, sebelum salat Jumat.

Humphrey yang juga Ketua Tim Kuasa Hukum Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz itu menyatakan bahwa isi pembicaraan adalah soal, pertama, mengenai permintaan agar pertemuan dengan Agus-Sylvi agar diatur. Kedua, SBY meminta supaya segera dikeluarkan fatwa untuk masalah penistaan agama yang dilakukan Ahok.

Mendengar pertanyaan itu, Ma'ruf menjawab tidak ada. Humphrey pun menanyakan pertanyaan tersebut hingga dua kali dan kembali dijawab tidak ada oleh Ma'ruf.

"Majelis hakim, sudah ditanya berulang kali katanya tidak ada. Untuk itu kami akan memberikan dukungannya. Ya Majelis Hakim, andai kata kami sudah memberikan buktinya dan ternyata keterangannya ini masih tetap sama maka kami ingin menyatakan saudara saksi ini telah memberikan keterangan palsu dan minta diproses sebagaimana mestinya," kata Humphrey.

Saat giliran berbicara, Ahok menyatakan Ma'ruf menutupi riwayat hidupnya yang pernah menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres SBY. Dia pun berterima kasih pada Ma'ruf yang konsisten menyatakan tidak berbohong.

"Saudara saksi, saya berterima kasih. Ngotot di depan hakim bahwa saudara saksi tidak berbohong, akhirnya meralat ini. Banyak pernyataan tidak berbohong, kami akan proses secara hukum saudara saksi," kata Ahok.

Setelah itu, Ahok menyatakan bahwa pihaknya memiliki data yang sangat lengkap. Dia pun akan membuktikan satu per satu sehingga bisa membuat Ma'ruf dipermalukan.

Adanya ancaman terhadap Ma'ruf, dan juga penegasan adanya bukti, data, yang kuat atas pembicaraan Ma'ruf dengan SBY melalui telepon segera memancing respons publik secara luas. Mereka mengecam sikap Ahok dan tim pengacaranya. (vv)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: