logo
Senin 7 Juli 2025
×
Senin, 7 Jul 2025

Selasa, 07 Februari 2017

Panglima TNI Blak-blakan Kewenangannya Kini Dibatasi Kemhan

Panglima TNI Blak-blakan Kewenangannya Kini Dibatasi Kemhan

IDNUSA - Pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101 oleh TNI AU menjadi polemik pasca Presiden Joko Widodo menyatakan penolakan. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku tidak mengetahui pembelanjaan alutsista dari masing-masing matra termasuk helikopter AW 101. Gatot mengatakan keluarnya peraturan Menhan No 28 tahun 2015 ini membatasi kewenangannya.

Aturan ini menghapus kewenangan Panglima TNI untuk memantau alur perencanaan pembelanjaan alutsista di masing-masing matra. Dengan Permenhan No 28 tahun 2015, kewajiban TNI hanya membuat perencanaan jangka panjang, menengah, pendek.

"Untuk diketahui saya sebagai panglima sama dengan detasemen markas mabes. Saya tidak kendalikan AD, AL, AU. Mengapa? Pada UU 25/2004 mengatakan alur perencanaan visioner menggunakan mekanisme bottom up, top, down secara terpadu. Semua keputusan pertahanan sudah benar ketat sistematis," kata Gatot saat rapat bersama Menhan Ryamizard Ryacudu dan Komisi I DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/2).

"Tapi begitu muncul peraturan Menhan No.28 tahun 2015 kewenangan saya tidak ada. Harusnya ini ada. Sekarang tidak ada. Kewajiban TNI membuat perencanaan jangka panjang, menengah, pendek," sambungnya.

Saat ini, Gatot hanya bisa menjelaskan belanja barang di internal Mabes TNI. Dia menjelaskan, total belanja barang di Mabes TNI sebesar Rp 4,8 triliun. Namun, untuk ketiga matra, Gatot mengaku sama sekali tidak mengetahui.

"Yang dilakukan mabes hanya untuk kekuatan integratif operasional baik patroli laut, udara, perbatasan Rp 2,3 triliun. Modernisasi alutsista Rp 1,3 triliun. Profesionalisme prajurit Rp 500 M. Rp 4,3 triliun untuk pegawai, Rp 1,9 triliun. barang kantor 36 satuan kerja," tegasnya.

Keterbatasan wewenang ini juga membuat Gatot sulit bertanggung jawab atas pengadaan di ketiga matra yakni Angkatan Darat, Laut dan Udara. Padahal itu tentu saja sangat berkaitan dengan proses MEF TNI.

"Padahal di Pasal 3 UU TNI, TNI di bawah koordinasi Kemhan tapi bukan unit operasionalnya. Karena pasal 4, TNI terdiri AU, AD, AL di bawah Kemhan. Saya buka ini seharusnya sejak 2015," jelasnya.

Selain itu, Jenderal bintang empat ini menyebut aturan Menhan itu sebagai pelanggaran hirarki. Alasannya, Mabes TNI tidak bisa lagi membawahi ketiga matra karena langsung menjadi tanggung jawab Menhan. Apalagi, Maret 2018 nanti Gatot akan diganti lantaran memasuki masa pensiun.

"Saya tidak atur anggaran AU, AD, AL. Angkatan langsung tanggungjawab Kemhan, tidak melalui Panglima. Ini pelanggaran hirarki karena kami tidak membawahi angkatan. Jadi kita bicara di sini anggaran belum tentu kita bisa cairkan," paparnya.

Mantan KASAD ini menambahkan, pihaknya menggandeng KPK untuk melakukan bersih-bersih di internal Mabes TNI dari segala praktik korupsi. Langkah ini diperlukan untuk mempermudah Panglima TNI berikutnya untuk mengawasi anggaran. Sayangnya, aturan Menhan membatasi gerak Gatot kesulitan melakukan pengawasan anggaran dari atas hingga ke bawah.

"Dalam hal ini ini yang bisa kami sampaikan mungkin ini tidak mengenakkan tapi saya lakukan untuk mempersiapkan adik-adik saya yang akan menjadi Panglima TNI ke depan supaya benar-benar bisa mengontrol dari atas sampai ke bawah dari segi anggaran juga," beber Gatot.

Dia mencontohkan saat pembelian pesawat AW 101 juga tanpa memberitahu dirinya. Meski akhirnya rencana pembelian helikopter mendapat penolakan dari Presiden Joko Widodo karena tidak sesuai dengan keinginannya.

"Kita pernah mengalami bagaimana (masalah pembelian) Helikopter AW-101. Sama sekali TNI tidak tahu. Mohon maaf bila ini kurang berkenan," tandas dia.  (mdk)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: