
IDNUSA - Rencana pernikahan Pangkalima Burung (Panglima Dayak) dengan seorang wanita bernama Sri Baruno Jagat Prameswari di Desa Telok Kecamatan Katingan Tengah Kabupaten Katingan pada tanggal 28 Februari 2017, terus mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Kali ini datang dari Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan (MD-AHK) Kabupaten Katingan. Dimana mereka menilai dari sisi Agama Hindu Kaharingan, sangat jelas bahwa pernikahan gaib tidak bisa dibenarkan. Tak hanya itu dari sisi budaya adat dayak pun juga mereka anggap belum pernah diatur tentang pernikahan yang seperti itu.
Baca: Pernikahan Makhluk Gaib Cucu Nyi Roro Kidul Bakal Disaksikan Iriana Jokowi
“Kecuali jika sifatnya individu. Kita juga tidak bisa membatasi orang secara individu untuk melakukan hal yang demikian. Sebab hak individu seseorang itukan sudah dilindungi didalam undang-undang,” kata Ketua MD-AHK Kabupaten Katingan Kundit U Djunas kepada sejumlah wartawan di Balai Basarah Kecamatan Katingan Hilir, Jumat (24/2).
Kenapa pihaknya menyoroti masalah ini? Karena dalam pernikahan gaib ini berbicara masalah adat leluhur Dayak Kalimantan Tengah. Dimana disitu sangat erat kaitannya dengan Kaharingan sebagai sumber awalnya. Disinilah mereka ingin meluruskan, bahwa ada kemiripan pernikahan itu, tetapi tata caranya tidak sama dengan yang ada di Kaharingan itu sendiri.
Menurut Kundit, mereka sudah melakukan pengecekan secara langsung mengenai rencana pernikahan itu dengan Damang Kepala Adat Kecamatan Katingan Tengah Isay Djudae.
Hasilnya, jika dilihat dari sisi keagamaan Hindu Kaharingan, disebutnya tidak sesuai dengan Telatah. “Sebab di kami inikan, setiap acara keagamaan itu ada Telatah yang mengatur. Baik dari awal hingga akhir dari kegiatan yang kita laksanakan itu, ya disebut dengan Talatah,” jelasnya.
Sedangkan pernikahan gaib yang akan dilaksanakan itu, terangnya, tidak diurut atau didasari dengan Telatah itu sendiri. “Oleh sebab itu kami menyatakan, bahwa ritual acara yang dilakukan itu, bukan ritual acara Hindu Kaharingan. Kalau mereka itukan, hanya berdasarkan hasil tenung yang dilaksanakan oleh pisur,” tegasnya.
Bahkan untuk pernikahan di Hindu Kaharingan itu sendiri, sangat jelas pertama untuk mempelai harus ada dan nyata, tidak ada istilah gaib. Begitu juga masalah administrasi juga harus dilengkapi secara jelas. “ Inilah harus menjadi perhatian bagi kita,” tuturnya.
Berkembangnya persoalan ini dia menegaskan kepada seluruh umat Hindu Kaharingan, supaya bisa menyikapi persoalan ini secara bijaksana dan tidak terprovokasi dengan hal yang seperti itu. “Terutama untuk hal yang sifatnya bisa merusak persatuan dan kesatuan kita. Kita tetap menjaga kerukunan dan kedamaian yang harmonis di Kabupaten Katingan ini,” ucapnya.
Mereka dari Hindu Kaharingan juga tidak melarang rencana pernikahan itu. Sebab itu mereka anggap sudah menjadi hak pribadi seseorang. “Jadi kita tidak mungkin melarang orang. Itukan hak mereka. Bagi kita jangan sampai ritual itu mengatasnamakan Hindu Kaharingan, kita akan tuntut jika mengatasnamakan agama Hindu Kaharingan,” tegasnya lagi.
Disinggung mengenai siapa itu Pangkalima Burung? Kundit mengaku juga tidak pernah tahu secara persis dan apalagi melihatnya secara nyata. Itu dianggapnya hanya sebuah legendaris saja. “Saya sendiri tidak pernah mengetahui secara jelas,” tuturnya.
Ditempat terpisah Bupati Katingan H Ahmad Yantenglie SE ketika diminta tanggapannya mengenai rencana pernikahan Pangkalima Burung dengan Sri Baruno Jagat Prameswari. Dia tidak ingin berkomentar lebih jauh mengenai pernikahan yang kini menjadi viral atau perguncingan hingga tingkat nasional tersebut.
“Kita serahkan kepada aparat Kepolisian untuk mencari apa persoalan yang ada di situ. Sebab berdasarkan budaya Dayak, manusia mengawinkan orang gaib belum pernah terjadi ditempat kita. Tapi kalau manusia kawin dengan orang gaib memang pernah terjadi. Jadi ini adalah sebuah persoalan baru dan saya tidak terlalu berkomentar tentang masalah ini,” ujar Yantenglie kepada wartawan ketika memimpin kegiatan Jumat Beriman di Dusun Betung Desa Tumbang Liting Kecamatan Katingan Hilir.
Menyikapi masalah ini dia menghimbau kepada masyarakat supaya dapat menyikapi masalah ini secara arip dan bijaksana. Artinya dia ingin masyarakat harus cerdas menyikapi masalah ini. “Jangan kita terpancing. Ini adalah hal baru bagi kita dan harus disikapi secara teliti. Sebab jika kita tidak tahu persoalannya secara persis sulit bagi kita untuk berkomentar lebih jauh,” terangnya.
Dalam acara pernikahan ini, orang nomor satu di Kabupaten Katingan ini juga turut diundang pada tanggal 28 Februari 2017 nanti. Namun Yantenglie menegaskan, tidak akan datang dalam acara pernikahan tersebut.
Dia beralasan ada banyak pertimbangan jika dirinya harus datang ke pernikahan itu. “Yaitu pertimbangannya secara intelektual, spiritual, hingga secara rasa. Jadi ini pertimbangan saya dan saya pastikan lagi tidak akan datang,” ungkap Bupati.
Sementara Kapolres Katingan AKBP Tato Pamungkas SIK pada acara pernikahan nanti tanggal 28 Februari 2017, mereka akan melakukan pengamanan seperti biasa, seperti layaknya pengamanan jika ada keramaian. “Nanti anggota kita tempatkan di sejumlah titik, terutama untuk mengatur lalu lintas dan lainnya. Kita berharap semua berjalan dengan aman dan tertib,” pungkasnya. (jpg)