logo
×

Selasa, 07 Maret 2017

Amara: Jokowi Belum Punya Solusi Atasi Demokrasi Kebablasan

Amara: Jokowi Belum Punya Solusi Atasi Demokrasi Kebablasan

IDNUSA - Presiden Joko Widodo belum mampu memberikan solusi terkait demokrasi kebablasan yang pernah dikemukakan sebelumnya. Sebab, hingga kini masyarakat masih terjebak pada artikulasi politik yang ekstrim seperti liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sekterianisme, terorisme, serta ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ideologi pancasila.

"Jika Presiden Jokowi mengatakan bahwa demokrasi kita saat ini kebablasan seharusnya presiden juga dapat menawarkan sebuah solusi yang sesuai dengan azas Pancasila," kata Ketua Umum Angkatan Muda Samudera Raya (AMARA) Herfan Nurmansa di Jakarta, Selasa (7/3).

Menurutnya, Demokrasi sejatinya harus sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila. Karena itu, dengan adanya dukungan suara mayoritas di parlemen, Jokowi sebenarnya harus mampu melakukan rekonsiliasi nasional. Itu penting supaya Indonesia tidak larut dalam percaturan demokrasi yang kebablasan.

"Makanya kita harus segera kembali ke Pancasila dan UUD 1945 asli agar kita tidak selamanya larut di dalam percaturan demokrasi yang liberal, karena tidak sesuai dengan nilai-nilai moral pancasila. Demi terciptanya pembangunan nasional yang terukur, merata dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," katanya.

Herfan menjelaskan, penting bagi pemerintah mengembalikan Pancasila dan UUD 1945 kepada konsep aslinya, agar kekuatan ekonomi nasional tidak sentralistik atau hanya di nikmati oleh segelintir kelompok tertentu. Sebab kesenjangan sosial terjadi akibat tidak meratanya ekonomi masyarakat.

"Kalau ini menjadi bola liar sewaktu waktu bisa terpecah, menciptakan instabilitas nasional. Faktanya kita bisa lihat sendiri kegaduhan yang terjadi selama ini tidak dapat diredam dengan baik oleh Jokowi sendiri," jelasnya.

Herfan menerangkan, kunci menghadapi demokrasi yang kebablasan adalah dengan menegakan prinsip demokrasi yang termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945, yakni mengajak musyawarah masyarakat. Sebab kata dia, demokrasi kebablasan itu juga terjadi akibat komunikasi yang tersumbat.

"Yang harus dikedepankan yakni musyawarah dan mufakat, yang artinya bangsa ini sangat anti dengan gerakan liberalisasi, sehingga nilai-nilai moral Pancasila di kedepankan, bukannya seperti demokrasi yang rapuh serba transaksional seperti sekarang ini," ungkap dia.

Di mata Herfan, tidak ada kata terlambat bagi Presiden Jokowi untuk memecahkan kebuntuan komunikasi itu. "Seharusnya Jokowi melakukan rekonsiliasi nasional secara total sebagaimana ketika umat islam turun ke jalan justru Jokowi dengan cepat dan agresif melakukan konsolidasi ke berbagai pihak," tandasnya.

Dalam empat sampai lima bulan terakhir, Presiden Jokowi mengaku mendapat banyak pertanyaan mengenai demokrasi di Indonesia yang tengah diuji oleh serangkaian persoalan. Salah satu pertanyaan yang dilontarkan adalah demokrasi Indonesia yang sudah kelewatan atau kebablasan.

"Apa demokrasi sudah terlalu bebas dan kebablasan? Saya jawab iya. Demokrasi kita kebablasan," tegas Presiden Jokowi dalam suatu kesempatan.

Jokowi menuturkan, praktik demokrasi politik di Indonesia membuka peluang terjadinya artikulasi politik ekstrem. Mulai dari liberalisme, radikalisme, fundamentalisme, sektarianisme, hingga terorisme. Serta ajaran lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Penyimpangan praktik demokrasi, kata Presiden lagi, secara jelas terlihat dari persoalan politisasi SARA. Maka solusi yang ditawarkan adalah penegakan hukum. Karenanya, dia meminta aparat hukum bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran yang terjadi. (rm)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: