
IDNUSA, JAKARTA - Aktivis Sri Bintang Pamungkas (SBP) mengaku keberatan dengan proses hukum yang dialaminya. Khususnya terkait kasus dugaan pemufakatan makar yang membuatnya ditahan pihak Polda Metro Jaya (PMJ) sejak 2 Desember (212) 2016 lalu.
“Saya merasa dirugikan. Seluruh (tersangka yang ditangkap saat) 212 itu kriminalisasi,” kata SBP di Rumah Kedaulatan Rakyat Jl. Guntur No. 49 Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (23/3).
Kerugian apa yang dialami SBP? Menurutnya, pasal-pasal tentang dugaan makar yang menjeratnya tidak dapat dibuktikan oleh penyidik. Sehingga, berkas perkara kasusnya hanya bolak-balik dari PMJ ke Kejaksaan Tinggi DKI.
Begitu juga dengan proses penahanan selama 103 hari sejak ditangkap menjelang aksi 212, membuat SBP terkekang, yakni tidak bisa berkumpul dengan keluarga, dan mendekam dibalik jeruji tahanan narkoba PMJ.
Bahkan, dosen Fakultas Teknik Universitas Indonesia itu terpaksa membuat soal ujian untuk mahasiswanya dibalik jeruji.
“Sebetulnya kan Polri boleh memanggil tersangka atau saksi berkali-kali tanpa harus menahan satu orang pun. Kalau menahan itu berarti melanggar HAM,” tegas Sri Bintang.
Untuk itu, dalam waktu dekat, Sri Bintang akan menggugat institusi Polri dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian melalui pengacara Internasional. Ada beberapa poin gugatan yang akan diajukannya, selain dugaan kriminalisasi.
“Saya sudah pasang iklan, cari ahli hukum internasional. Untuk menggugat, antara lain ganti rugi. Itu diatur dalam KUHAP, hak kita. Soal gugatannya, nanti ada poin-poinnya, satu, dua, tiga. Termasuk (gugat) Kapolri. Ya, kalau Kapolri tidak kasih (perintah) ke Kapolda (PMJ), (kasusnya) nggak akan jalan. Dugaan saya begitu,” bebernya.
Sri Bintang yang baru bebasa 15 Maret lalu juga mengaku akan berkoordinasi dengan tujuh tersangka lainnya di kasus serupa. Dalam hal ini, terkait rencana melayangkan gugatan terhadap Kapolri dan institusinya.
“Nanti kita rapatkan lagi. Kalau mereka (tujuh tersangka lainnya) tidak mau, ya saya jalan sendiri,” paparnya.
Seperti diketahui sebelas ativis dan tokoh nasional diamankan polisi menjelang aksi Bela Islam Jilid III atau Aksi Damai 212, 2 Desember 2016 lalu.
Delapan tersangka dijerat Pasal 107 juncto Pasal 108 juncto Pasal 110 juncto Pasal 87 KUHP dengan ancaman hukuman seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara.
Kedelapan orang itu antara lain, SBP, Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Eko, Adityawarman, Firza Husein, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, dan Alvin Indra.
Sedangkan satu tersangka terjerat kasus penodaan atas simbol negara, yaitu Ahmad Dhani. Serta dua adik kakak, yakni Jamran dan Rizal Kobar. Keduanya dijerat pasal lainnya terkait UU ITE dan dugaan suap. (kn)