
IDNUSA, JAKARTA - Guru besar hukum pidana, Romly Atmasasmita mengatakan hak angket KPK merupakan hak konstitusional yang dimiliki oleh DPR.
Selain menyelidiki kasus e-KTP yang melibatkan Miryam S Haryani, hal lainnya yang akan ditanyakan DPR kepada KPK yaitu tentang temuan BPK terhadap tujuh dugaan penyelewengan anggaran KPK.
"Nah kalau itu bisa, kalau itu boleh, kalau soal anggaran itu di luar proses undang-undang bukan hukum kan. Harusnya dari awal DPR ngomong hak angket ini ditunjukkan kepada dugaan penyelewengan anggaran jelas yah, ini soalnya dikaitkan dengan soal penyadapan oleh pembicaraan saksi Novel Baswedan dengan Miryam yang sedikit menjadi persoalan. Mestinya hak angket hanya terkait kepatuhan terhadap undang-undang gitu dong," kata Romly, Sabtu (29/4/2017)
Terkait temuan BPK terhadap dugaan penyelewengan anggaran KPK, Romly menilai sudah merupakan kewenangan BPK dalam menilai kepatuhan suatu lembaga terhadap undang-undang terutama dalam hal kinerja keuangan.
"Nah jadi jelas hak angket ini disampaikan untuk menilai kepatuhan KPK terhadap undang-undang itu. Ya mestinya begitu biar jelas," katanya.
Dia menambahkan terkait ketakutan banyak pihak untuk melemahkan lembaga anti rasuah itu, hak konstitusional DPR merupakan hal yang terkuat didalam konstitusi ketimbang undang-undang KPK.
"Karena KPK bukan lembaga konstitusi, dia dibuat untuk memperbaiki polisi dan kejaksaan saat itu, itu yang kesatu. yang kedua, hak angket DPR itu bisa ke semua lembaga pemerintahan termasuk KPK. Yang KPK lembaga hanya independen menurut undang-undang nya," ujarnya.
"Bukan soal telanjangan-telanjangan, KPK ditelanjangi orang juga boleh ko, KPK juga boleh telanjangin (orang). Jadi boleh dong DPR itu bertanya, tapi harusnya jelas DPR menyampaikan hak angket untuk mempertanyakan hasil laporan BPK boleh itu boleh," tandasnya. (il)