
IDNUSA, JAKARTA - Teriakan untuk meminta tarif internet Telkomsel turun disuarakan oleh hacker yang sukses meretas situs operator tersebut. Bukan sekali ini saja, suara keberatan soal tarif internet mahal dilayangkan ke Telkomsel.
"Telkomsel berterima kasih dan menghargai keluhan masyarakat pengguna soal tarif kuota Internet. Hal ini menunjukkan bahwa produk seluler kami digunakan oleh masyarakat luas," ujar Vice President Communications Telkomsel Adita Irawati, kepada CNNIndonesia.com.
Dita mengatakan, dalam menetapkan tarif internet, Telkomsel merujuk pada komponen biaya jaringan termasuk untuk kebutuhan akses bandwidth internasional.
“Untuk itu kami menawarkan berbagai pilihan paket Internet kepada pelanggan, dengan berbagai pilihan harga,” katanya.
Saat ini layanan Telkomsel hadir di 95 persen wilayah populasi Indonesia melayani seluruh pelanggan hingga ke pelosok negeri dan bahkan hingga perbatasan. Layanan 4G Telkomsel juga telah hadir di sekitar 500 ibu kota/kabupaten untuk memberikan pelanggan pengalaman internet cepat.
Saat ini pelanggan Telkomsel mencapai 169 juta pelanggan dimana sekitar 50 persen diantaranya tercatat sebagai pelanggan 3G/4G.
Telkomsel juga telah melaksanakan pembangunan sekitar 25,000 BTS baru sepanjang 2016, di mana 92 persen diantaranya merupakan BTS 3G/4G. Telkomsel memiliki total BTS sekitar 137,000 unit, dengan komposisi BTS 3G/4G sebesar 61 persen.
“Semua ini tentunya kami tujukan untuk bisa membantu masyarakat memperoleh akses telekomunikasi yg dapat mendukung aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat di seluruh Indonesia,” sebut Adita.
Sekitar tahun 2015, sebuah petisi dibuat oleh salah satu anggota Change.org bernama akun Djali Gafur. Dia menyuarakan keresahannya sebagai pelanggan Telkomsel yang membebankan tarif internet lebih mahal di zona Indonesia Timur.
Hal serupa juga dikeluhkan oleh peretas yang tak diketahui dari kelompok mana. Mereka mengubah tampilan laman Telkomsel dan memberikan pesan agar tarif internet diturunkan, dan tak perlu lagi digabung dengan paket-paket tertentu.
Saat petisi itu ramai dibahas, sejatinya Telkomsel langsung diturunkan namun tak signifikan. Mereka berdalih tiap daerah atau kawasan itu berbeda kebutuhan dan kondisinya. Sehingga tarif yang dibebankan bisa berbeda.
Telkomsel mereka membagi dalam bentuk zona wilayah untuk tarif yang dikenakan. Pembagian ini terdiri dari 12 zona, dan tiap zona pun dibagi kategorinya dari zona A sampai Zona D.
Tiap zona merepresntasikan daerah yang dikenakan tarifnya, misal zona satu terdiri dari kota-kota di Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan masih banyak lagi. Sementara paling jauh adalah zona 12 yang diisi Kota Raja Ampat, Papua.
"Kami memberikan tarif berdasarkan brand positioning dan biaya. Ada juga Post of Sales kami yang banyak sehingga disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda, karena itulah dibuat zona seperti sekarang," ujar Presiden Direktur Telkomsel Ririek Ardiansyah, waktu itu.
"Kami memberikan tarif sesuai aturan dan kebutuhan. Kita ini melayani seluruh Indonesia, beda secara operasional dari operator yang tidak hadir di semua Indonesia,” Ririek, memberikan alasan.
Tiga Kriteria Membangun BTS
Dalam membangun jaringan telekomunikasi Telkomsel kenyang dengan tudingan melakukan praktek monopoli atau tarif ditawarkan tergolong mahal, khususnya di Indonesia bagian Timur.
Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah mengatakan dalam membangun Base Transceiver Station) di beberapa (BTS) ada tiga kriteria yang dikedepankan. Pertama BTS reguler, yang artinya memang kawasan tersebut membutuhkan pembangunan atau penambahan BTS baru.
“Kedua membangun daerah yang sebenarnya dari segi bisnis tak terlalu menguntungkan saat itu, namun kami percaya saat BTS dibangun perekonomian akan bertumbuh dan baru menguntungkan kita kemudian hari," ujarnya di hadapan peserta Diskusi Teknologi & Perekenomian dengan tema Menyatukan Negeri melalui Layanan Digital, awal Februari 2017 lalu.
![]() |
Dirut Telkomsel Ririek Ardiansyah(kedua dari kiri (Dok. Telkomsel) |
"Di Indonesia Timur padahal yang punya kewajiban membangun itukan bukan cuma Telkomsel, operator lain seharusnya juga membangun, karena mereka mempunyai lisensi yang sama," tukasnya.

Ririek bercerita, Telkomsel pernah melayani kontrak membangun jaringan telekomunikasi dengan kontrak memakai dana USO, yang artinya pembangunan hingga pemeliharaan ditanggung oleh negara. Namun tantangan kontekstualnya adalah, kalau kontrak sudah habis, seharusnya jaringan dimatikan.
Dana USO sendiri merupakan iuran wajib yang disetorkan masing-masing operator, kemudian dananya digunakan untuk membangun di kawasan pinggiran.
"Nah, secara de facto itu di daerah kita matikan, namun kan mereka sudah telanjur punya ponsel dan berkomunikasi, bisa marah nanti. Akhirnya ya, kita lanjutkan dengan biaya sendiri," sebutnya.
Dari beberapa alasan itulah, mengapa tarif Telkomsel disebutnya termasuk paling mahal karena keterkaitannya dengan ongkos produksi yang berbeda di tiap-tiap daerah.