
IDNUSA, JAKARTA - Polemik pemilihan pimpinan baru Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI terus mengundang kontroversi hukum di masyarakat. Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), Fadli Nasution ikut angkat bicara menyikapinya.
Menurut Fadli, berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (2) huruf b UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan Mahkamah Agung (MA) berwenang untuk "Menguji Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-undang terhadap Undang-Undang".
Karena itu, Peraturan DPD No. 1/2016 dan No. 1/2017 tentang Tata Tertib, bukanlah merupakan hirarki peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan DPD tentang Tatib berlaku mengikat secara internal ke dalam kepada seluruh anggota DPD itu sendiri dan tidak berlaku ke luar yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Oleh karenanya, Tatib DPD bersifat beschikking (keputusan atau penetapan), tidak bersifat regeling (peraturan).
Jadi, kata Fadli, apabila ada 10 orang anggota DPD yang merasa keberatan dengan berlakunya Tatib tersebut, seharusnya menyampaikan keberatan pada saat pembahasan dan pengesahan Tatib tersebut dalam rapat-rapat internal di DPD. Setelah Tatib tersebut disahkan oleh Paripurna DPD dan berlaku, menjadi kewajiban bagi seluruh anggota DPD untuk menjalankannya.
"Langkah 10 anggota DPD yang menggugat Tatib DPD ke MA tidak tepat, karena Tatib DPD bukanlah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang dapat diuji ke MA. Seharusnya MA tidak dapat menerima uji materil tersebut, karena memang bukan merupakan kewenangan MA," imbuhnya, Kamis (6/4).
Dengan demikian, lanjut Fadli, sepanjang Tatib DPD tersebut belum dibatalkan dan dicabut oleh Paripurna DPD yang membentuknya sendiri, maka masih dinyatakan berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi seluruh anggota DPD.
Sedangkan Putusan MA yang telah membatalkan Tatib DPD tersebut tidak serta merta dapat dilaksanakan, akan tetapi dapat dijadikan pertimbangan bagi DPD untuk merubah Tatib tersebut dalam Paripurna sesuai mekanisme internal.
"Maka terpilihnya Osman Sapta bersama bersama Nono Sampono dan Damayanti Lubis sebagai pimpina DPD yang baru sesuai mekanisme internal DPD, sudah sesuai dan sah menurut hukum. Oleh karenanya beralasan hukum bagi MA untuk melantiknya dan juga bagi Presiden yang menetapkannya dalam Kepres," tukas Fadli. (rmol)