
NUSANEWS, JAKARTA - Muradi, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Bandung mengatakan, salah satu bomber di Kampung Melayu adalah Ahmad Sukri.
Pria kelahiran 1985 ini, menurut Muradi, tidak lain memiliki keterkaitan dengan jaringan bom Sarinah dan Bom Cicendo Bandung, yang masih menjadi bagian dari jaringan Aman Abdurahman dari Jamaah Anshar Daulah (JAD), dan kelompok Khatiba Nusantara pimpinan Bahrum Naim.
"Salah satu pelaku yang terduga ikut tewas adalah Ahmad Sukri, yang tidak lain memiliki keterkaitan dengan jaringan tersebut di atas dan aktor-aktornya," ujar Muradi kepada Tribunnews.com, Kamis (25/5/2017).
Karena, Muradi melihat serangan bom bunuh diri Kampung Melayu sangat keji, ingin menunggangi aksi pawai obor masyarakat menjelang Ramadan, untuk menargetkan anggota Polri.
Saat kejadian, aparat keamanan tengah menjaga agar pawai obor tersebut berjalan aman dan lancar.
Muradi juga melihat aksi bunuh diri tersebut memberikan penegasan bahwa ada upaya untuk mengasosiasikan antara pawai obor jelang Ramadan dengan target sasaran dari personel Polri.
Meskipun Muradi meyakini bahwa keduanya berjalan sesuai agendanya masing-masing, yakni masyarakata ingin pawai obor Ramadan, sedangkan Polri sebagai aparat keamanan ingin memastikan agar kegiatan berjalan aman.
Dengan berupaya memanfaatkan momentum pawai obor tersebut, pelaku berupaya membangun sentimen negatif ke Polri, yang dianggap tidak cukup cakap mengamankan agenda pawai obor tersebut.
"Yang mana ini akan berimplikasi pada kegaduhan politik secara nasional," ucap Muradi.
Namun demikian, Muradi meyakinkan bahwa pelaku sekadar memanfaatkan momentum menguatnya sentimen politik identitas untuk kepentingan dan agenda yang lebih besar, yakni ISIS dan jejaringnya di Indonesia.
Aksi keji bom bunuh diri tersebut memiliki agenda yang kurang lebih sama dengan yang diagendakan di sejumlah titik global, yakni manchester, Bangkok, serta aksi okupasi wilayah oleh ISIS di Filipina Selatan.
"Aksi keji tersebut memberikan pesan dan sinyal bahwa pergeseran area dari Timur Tengah ke Eropa dan Asia Tenggara direspons positif oleh jejaring lokal ISIS di wilayah tersebut di atas," jelasnya.
Setidaknya, hal tersebut menjadi bagian dari sesuatu yang harus segera direspons oleh publik, elite politik, dan pemerintah.
Sentimen politik identitas yang sempat mengharubirukan ruang publik dan elite politik, menurut Muradi, jika tidak segera disudahi, maka akan berimplikasi negatif bagi eksistensi berbangsa dan bernegara.
Hal ini dikarenakan organisasi teror telah memanfaatkan celah tersebut untuk kepentingan mereka.
Karena itu, langkah yang dilakukan oleh publik adalah memastikan bahwa semangat politik identitas yang selama ini menguat, harus diarahkan pada hal yang positif dengan penegasan pada toleransi dan bahu-membahu menjaga entitas dan identitas ke-Indonesiaan.
Karena dengan itu, peluang kelompok dan jaringan teroris yang ada menjadi kehilangan momentum, dan tidak lagi mendapatkan tempat di bumi Indonesia.
Menurutnya, salah satu cara melawan radikalisme dan terorisme adalah dengan menekankan kepercayaan bahwa pemerintah dan aparat keamanan mampu memberantas radikalisme dan terorisme.
Sehingga dengan penekanan itu, pemerintah dan aparat keamanan, khususnya Polri, akan bertugas dan bertindak tegas dalam menjaga warganya, dan menjaga ke-Indonesiaan dari ancaman radikalisme dan terorisme. (tn)