
NUSANEWS, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku kecewa adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Sugito yang diduga menyuap Auditor Utama BPK, Rochmadi Saptogiri, untuk mengubah status laporan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sehari sebelum bulan suci Ramadan tiba.
"Saya kecewa betul. Kalau kami dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) menangani secara serius dan melakukan pembahasan dengan BPK secara profesional," ujarnya usai rapat kerja di Komisi XI DPR, kemarin
Menkeu mengatakan, pihaknya selama ini berupaya menjalin komunikasi dengan baik bersama BPK dan berusaha mematuhi seluruh standar dan ketentuan yang ditetapkan.
"Kami memandang apa-apa yang disampaikan BPK adalah hal-hal baik untuk memenuhi standar akuntansi menjadi lebih transparan," ujarnya.
Atas OTT ini, Menkeu menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum terkait adanya audit ulang di kementerian/lembaga lain yang diduga melakukan jual beli WTP serupa.
"Kami menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum untuk menjalankan tugasnya. Apakah kemungkinan dilakukan audit ulang terhadap LKPP 2016 pasca-adanya kasus ini atau tidak," ujarnya.
Sementara Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur mendorong adanya perbaikan sistem audit di sejumlah lembaga negara. Hal ini untuk menghindari terjadi praktik suap dan pungli seperti yang terjadi di BPK dan kementerian Desa.
"Masalah di BPK dan Kementerian Desa lebih kepada sistem audit saja. Maka itu, ke depan sistem audit tidak boleh lagi dilakukan secara manual. Tetapi melalui cara elektronik atau in-audit. Seperti sistem e-goverment yang diterapkan PANRB di daerah. Hal ini untuk mewujudkan Indonesia bersih dan terbuka dalam setiap penanganan masalah," kata Asman.
Selain itu, kata Asman pengawasan di internal pun harus terus diperkuat. Apalagi masih menggunakan sistem secara manual.
"Karenanya sistem audit yang harus dibenahi. Artinya pembuat kebijakan sama yang menjalankan regulasi tidak boleh bertemu. Sehingga tidak ada pertemuan atau interaksi saat melakukan audit tersebut," ucapnya.
Terkait sanksi, Asman mengatakan kementeriannya tidak dalam kapasitasnya menjawab atau memberikan komentar soal sanksi terhadap masalah yang terjadi.
"Kami tidak dalam kapasitasnya memberikan sanksi dalam kasus suap ini. Karena PANRB juga diaudit oleh BPK," ujarnya.
Menurut Karo Hukum Komunikasi Informasi Publik (HKIP) KemenPAN-RB Herman Suryatman PNS bisa diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat bila dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Tanpa itu, PNS tidak bisa diberhentikan. (rm)