NUSANEWS, JAKARTA - SEPERTI kita ketahui bersama, dalam komunikasi politik, ketika memberi pesan kepada publik dari seorang pejabat, dimana pesannya yg beraroma sensitif politis.
Biasanya disampaikan melalui tindakan yang tidak berhubungan langsung dengan apa yang ingin disampaikan.
Suatu contoh adalah ketika tiba-tiba Presiden Jokowi melalui seorang menterinya memberi semacam dana untuk pemberdayaan ekonomi pada Ormas besar NU, sejumlah 1,5 triliun rupiah. Yang seharusnya juga Jokowi memberi dana kepada semua ormas keagamaan sekecil apapun.
Kenapa Jokowi memberi bantuan hanya kepada ormas Khilafah NU, sebab ormas dengan jumlah yang sangat besar, sekitar 45 juta plus Harry Tanoe Sudibyo. Yang sebelumnya, GNPFUI diundang ke istana oleh Jokowi.
Kemudian tiba-tiba Setya Novanto dijadikan tersangka oleh KPK. Padahal Setnov sebagai ketua Partai Golkar, jauh-jauh hari telah mengusung Jokowi sebagai Capres RI pada tahun 2019.
Lalu ada isyarat Kapolri Tito, ada rencana untuk pensiun dini. Hal ini disinyalir ada pertentangan di tubuh kepolisian, kemungkinan pergesekan antar rivalitas di petinggi Polri. Padahal Jendral Tito, dikenal sebagai polisi yang cemerlang dalam konteks pemberdayaan civil society.
Juga kekalahan Ahok, menjadikan berubahnya gestur politik Jokowi, karena ketika sebagai pasangan gubernur - wagub DKI Jakarta, otomatis sangat berhubungan dekat dengan masalah kebijakan dalam anggaran pembangunan di Jakarta, yang dengan sendirinya berkoneksitas dengan aspek politis.
Dari uraian di atas, kemungkinan Jokowi telah mengibarkan kain handuk putih, tanda menyerah, hanya bersedia untuk berkuasa sampai tahun 2019.
Untuk itu Jokowi tidak akan mencalonkan lagi di Pilpres RI 2019, yang produk Amandemen UUD2002. Karena untuk menjadi Presiden membutuhkan dana puluhan triliun rupiah, begitu juga gubernur, bupati dan walikota. Bahkan untuk jadi anggota DPR, DPRD-I dan DPRD-II juga butuh dana besar.
Dan biasanya untuk memperoleh dana, dipastikan ada BANDARnya, siapa yang menjadi bandar, sudah menjadi bukan rahasia umum lagi yaitu pengusaha. Dari sinilah Para Taipan semakin kaya raya, di mana satu orang pengusaha yang kejayaannya sebanding 80 juta jiwa rakyat Indonesia...
Maka kesimpulannya Jokowi hanya ingin katakan: " Aku ora pateken dadi presiden meneh, wis to..NU karo Jaringan 212 bela aku untuk tuntaskan masa jabatan aku sampai selesai..."
Dengan demikian, Mas Jokowi kembali menjadi pengusaha mebel yang lumayan sukses. Seperti halnya Pak Harto lengser dari jabatan sebagai presiden, untuk kembali menjadi peternak sapi yang juga lumayan sukses, tentunyaaahh...
(rm)