
NUSANEWS, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus (TB) Hasanuddin mengingatkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak bersikap reaktif terhadap pernyataan Presiden Filipina Rodrigi Duterte yang membuka peluang bagi Indonesia mengirimkan pasuskannya melawan ISIS. Sebab, pengiriman pasukan TNI ke negara lain tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
“Penjelasan wewenang TNI terkait dengan operasi militer selain perang (OMSP) sebagaimana yang termaktub dalam butir B ayat 6 menyebutkan TNI memiliki tugas untuk melaksanakan menciptakan perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri, maka ada hal yang mesti diperhatikan,” kata Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa (4/7).
“Salah satunya, pengiriman satgas TNI dalam operasi perdamaian di bawah bendera PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), harus mendapatkan persetujuan dari DPR-RI, serta memperhatikan pertimbangan institusi lainnya yang terkait,” tambahnya.
Masih dikatakan dia, bila merujuka pada pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4, Pasal 10 ayat 3 butir d dalam UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahahan Negara, dan UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI pada Pasal 7 ayat 1, aangat jelas melarang pemerintah mengirim pasukan tempurnya di luar naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Bila mengacu pada tiga produk Undang Undang di atas, maka sangat jelas bahwa pemerintah Indonesia tidak diperkenankan mengirim pasukan tempur. TNI hanya diizinkan melakukan penugasan dalam pasukan perdamaian di bawah bendera PBB,”sebut politikus dari fraksi PDI Perjuangan itu.
Walaupun Indonesia berada dalam komunitas bangsa-bangsa Asean, ia menjelaskan tidak ada klausul terkait pertahanan bersama, sehingga Indonesia dapat ikut partisipasi selain mengirim pasukan tempur.
“Asean juga bukan merupakan pakta pertahanan bersama, jadi Indonesia juga tidak punya dasar hukum untuk mengirim pasukan TNI ke negara-negara Asean termasuk Filipina,” paparnya.
“Bantuan Indonesia kepada Filipina dapat saja berupa bantuan seperti: bantuan logistik, pelatihan militer, alat kesehatan, atau data intelijen lainnya yang diperlukan Angkatan Perang Filipina.
Lagi pula, berdasarkan hukum Filipina, operasi militer yang melibatkan negara lain harus mendapatkan persetujuan dari unsur parlemen mereka,” pungkas dia. (akt)