NUSANEWS, JAKARTA - Wacana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang akan menurunkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) di saat kondisi daya beli yang sedang anjlok dirasa bukan kebijakan bijak.
Kebijakan tersebut tentu bukan sikap untuk melindungi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Untuk itu, pemerintah diminta hati-hati dalam menurunkan batas PTKP itu.
“Kebijakan kenaikan PTKP itu bagian dari paket kebijakan ekonomi Pemerintah dan bentuk kebijakan sosial yang melindungi kelompok MBR. Ini sensitif jika diturunkan dalam waktu dekat, apalagi bila membuat kelompok MBR itu harus dikenai pajak,” ungkap Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, di Jakarta, Jumat (21/7).
Makanya, dia menyebutkan, perlu formulasi dan simulasi yang matang, sosialisasi yang jelas, waktu yang tepat, dan administrasi yang baik itu mutlak dibutuhkan, jika mau mengkaji batas PTKP itu.
“Pemerintah tidak perlu terburu-buru demi memastikan penurunan kebijakan ini, agar bisa tepat sasaran, tepat guna, dan tepat hasil,” ingat pengamat perpajakan ini.
Jadi, dia menegaskan, wacana penurunan batas PTKP ini hanya penampakan dari kebutuhan melakukan desain ulang arsitektur fiskal Indonesia. Untuk itu, kebijakan ini tidak sekadar menempatkan pajak sebagai pundi-pundi pengisi kas negara tersebut.
“Melainkan kebijakan ini harus menjadi instrumen kebijakan fiskal yang efektif bagi publik dan tetap melindungi kelompok MBR,” tutur dia.
Karenanya, kata dia, ukuran kinerja perpajakan tidak tepat jika hanya diukur dari capaian rasio pajak dan pencapaian target APBN, tanpa memperhatikan formulasi dan implementasi insentif atau fasilitas perpajakan dan efek ganda yang diciptakannya.
Dia menegaskan, jika dibandingkan negara lain, formulasi PTKP Indonesia memang jauh tertinggal karena hanya memasukkan komponen biaya hidup minimum yang standar. Makanya jika pun wacana merevisi PTKP terus berjalan harus menciptakan rasa keadilan yang kuat.
“Salah satunya menggunakan model zonasi. Ini dimungkinkan mengingat gap penghasilan dan UMP antarwilayah yang cukup lebar,” kata dia. (akt)