logo
×

Senin, 31 Juli 2017

SP: BPK Sudah Sebut Ada Kerugian Negara, Kok Rini Tak Bersikap Terkait Kerja Sama JICT dan Pelindo II

SP: BPK Sudah Sebut Ada Kerugian Negara, Kok Rini Tak Bersikap Terkait Kerja Sama JICT dan Pelindo II

NUSANEWS, JAKARTA -  Menteri BUMN Rini Soemarno hingga saat ini terus tak bersikap terkait skema proses perpanjangan kontrak PT Jakarta International Container Terminal (JICT) jilid II (2019-2039). Padahal, kerja sama itu berdasar audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merugikan negara minimal Rp4,08 triliun.

Untuk itu, kalangan Serikat Pekerja (SP) PT JICT meminta Menteri BUMN Rini Soemarno jangan hanya diam terkait proses ini yang ternyata terus dijalankan oleh direksi JICT dan PT Pelindo II (Persero).

“Mereka (direksi JICT-Pelindo II) masih ngotot jalankan perpanjangan kontrak, padahal jelas ada potensi kerugian negara. Makanya kita menuntut Menteri BUMN untuk segera menghentikan perpanjangan JICT yang tidak memiliki alas hukum sah ini,” kecam Sekjen SP JICT, Firmansyah saat unjuk rasa di depan, Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (31/7).

Frman menjelaskan, saat ini direksi JICT semakin represif terhadap pekerja yang menolak kerja sama itu. Bahkan uang sewa perpanjangan tetap dibayarkan padahal mencekik perusahaan dan menyebabkan hak karyawan tidak dibayarkan.

“Kami para pekerja tidak anti investasi asing, tapi perpanjangan JICT seharusnya dilakukan dalam koridor yang taat azas dan menguntungkan negara serta pekerja yang selama ini mengelola JICT dengan produktivitas yang dapat diandalkan,” ujar dia.

Selain direksi, kata dia, ada dewan komisaris yang menurutnya harus melakukan pengawasan langsung terhadap jalannya perusahaan. Dewan komisaris seharusnya bisa mencegah terjadinya kesalahan tata kelola pihak direksi.

Namun penolakan para SP ini terhadap kerja sama JICT dengan Pleiondo II dan Hutchison Port Holding (HPH) itu, kata dia, pekerja malah dicap musuh negara.

“Anehnya, direksi malah getol wanprestasi dan mempolitisasi hak-hak pekerja. Para Direksi JICT semakin represif dan menyudutkan pekerja yang menolak perpanjangan kontrak. Padahal sejak 2014, para pekerja sudah memperjuangkan aset bangsa JICT agar kembali dikelola Indonesia di tahun 2019 nanti, demi terwujudnya visi kemandirian nasional Presiden Jokowi,” jelas Firman.

Unjuk rasa ini juga menghadirkan perwakilan pekerja pelabuhan dari seluruh Indonesia. Mereka menyatakan siap mendukung pekerja JICT yang akan mogok kerja mulai 3-10 Agustus 2017 menuntut pemenuhan hak yang telah dilanggar Direksi JICT dengan dalih perpanjangan JICT picu perusahaan lakukan efisiensi besar-besaran.

“Jika perpanjangan JICT tidak ada nilai tambah untuk negara dan pekerja serta malah membebani perusahaan, lalu untuk apa diperpanjang itu?” ujar Firman.

Perpanjangan JICT dinyatakan melanggar UU dan merugikan negara berdasarkan hasil audit investigatif BPK tanggal 6 Juni 2017. Perpanjangan kontrak pelabuhan petikemas tersebut juga tanpa RUPS Menteri BUMN dan izin konsesi Pemerintah.

Deutsche Bank selaku konsultan keuangan Pelindo II juga melakukan valuasi yang mengarahkan Hutchison untuk memperpanjangn kontrak pengelolaan JICT selama 24 tahun kedepan terhitung sejak 2015-2039 itu.  (akt)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: