
NUSANEWS, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) akan menurunkan tim untuk memantau sidang putusan praperadilan yang diajukan tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsjad Temenggung (SAT).
Demikian disampaikan Juru Bicara KY Farid Wajdi, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (1/8).
Proses pemantauan sidang putusan yang akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari Rabu (2/8) itu kata Farid merupakan upaya KY dalam melaksanakan perintah UU.
"Ini juga merupakan upaya memastikan bahwa proses sidang berjalan sebagaimana mestinya," tambah Farid.
Farid mengatakan dalam pantauan nanti, KY akan fokus pada etika hakim, baik perilaku di dalam sidang maupun perilaku di luar sidang. KY pun meminta semua pihak bisa menerima apa pun putusan hakim nanti.
"KY berharap masyarakat ikut menjaga independensi dan imparsialitas hakim," tegas Farid.
Sebagaimana diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada beberapa poin yang menguatkan agar praperadilan ditolak hakim. KPK menilai Syafruddin tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya karena tidak mampu menghadirkan fakta, bukti, keterangan saksi, ataupun ahli yang mendukung dalil-dalilnya. KPK juga menilai bahwa penetapan tersangka terhadap Syafruddin telah berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan sah menurut Undang-Undang.
Kemudian, penghapusan piutang petambak plasma yang dilakukan Syafruddin bertentangan dengan Pasal 37 ayat 1 dan 2 huruf c UU Nomor 1 Tahun 2004. Sebab, seharusnya menjadi tanggung jawab Sjamsul Nurslim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.
Keterangan ahli Adnan Paslyadja, memperjelas bahwa KPK berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Syafruddin. Keterangan saksi lain, yakni Kwik Kian Gie mempertegas bahwa objek penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dan KPK adalah berbeda.
Dalam penyelidikan kasus ini, KPK menemukan adanya indikasi korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004. SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
KPK menduga Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekurangnya Rp 3,7 triliun. Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Sjamsul sudah menerima SKL dari BPPN, meski baru mengembalikan aset sebesar Rp 1,1 triliun, dari yang seharusnya Rp 4,8 triliun. (rm)