logo
×

Sabtu, 03 Maret 2018

Kontroversi Pengembalian Uang Bisa Batalkan Kasus Korupsi

Kontroversi Pengembalian Uang Bisa Batalkan Kasus Korupsi

Oleh: Arif Satrio Nugroho, Umar Mukhtar, Fergi Nadira

Kasus korupsi akan batal jika uang yang dikorupsi dikembalikan kepada negara. Hal ini dipicu dari pernyataan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto bahwa penyelidikan kasus korupsi pejabat daerah akan dihentikan apabila sang koruptor telah mengembalikan uang kerugian negara tersebut ke kas negara.

Ari Dono mengatakan hal itu usai menandatangani Perjanjian Kerja Sama Koordinasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) terkait Indikasi Korupsi pada Rabu (1/3).

Dengan demikian, ia berharap penegakan hukum dan pengendalian aparat yang melakukan tindak pidana korupsi di daerah dapat berjalan. "Jadi, kalau, misalnya, uang penyidikan korupsi untuk Kepolisian ditambah, berarti penyidik akan kejar (kasus) korupsi terus, berarti harus dapat (kasus korupsi) terus," kata Ari Dono.

Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan ada perbedaan persepsi dalam ucapan Ari Dono terkait penghentian kasus bila uang korupsi dikembalikan. Komisioner KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, hal tersebut tidak tertuang dalam MoU antara Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri, dan Polri sebelum Kabareskrim mengucap pernyataan tersebut.

"Saya yakin tidak mungkin ada di dalam MoU antara jaksa, kepolisian, dan para aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) dikatakan seperti itu pasti tidak ada," ujar Basaria di Jakarta Selatan, Jumat (2/3).

MoU ini, kata Basaria, lebih fokus pada bagaimana para APIP pengawal internal bisa melakukan pekerjaannya mengawasi dengan maksimum kinerja aparatur negara. Dengan begitu, segala sesuatu yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi tidak sampai terjadi.

"Andai para APIP ini pengawas internal bekerja dengan baik maksimal, pasti kejadian-kejadian yang terjadi di instansi masing-masing sudah ketahuan, sudah bisa diprediksi dan sudah dibenahi," kata Basaria.

Kabareskrim mengutarakan pendapat bahwa dalam penanganan kasus yang indeks pembiayaannya lebih besar daripada kerugian kasus tersebut, maka bisa saja kasus tersebut dihentikan dengan pengembalian hasil daripada merugikan negara melalui biaya penyidikan.

Mengenai hal ini, Basaria berpendapat, maksud dari pernyataan tersebut bila kasus belum ditangani oleh penegak hukum itu secara internal oleh pengawas ini bisa dilakukan. Jika sudah ditangani oleh penegak hukum, pembatalan penindakan kasus, menurutnya, tidak mungkin.

Basaria meyakini, kerja sama yang dilakukan polisi dan kejaksaan serta Kemendagri terkait penguatan APIP maksudnya menjaga secara maksimal agar tidak sampai pidana itu terjadi atau upaya pencegahan.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto mengatakan, telah mengklarifikasi pada Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto terkait ucapannya mengenai penghentian kasus korupsi bila aset hasil korupsi dikembalikan. Pernyataan Kabareskrim, kata dia, adalah pernyataan pribadi.

Polri menegaskan pernyataan Kabareskrim Ari Dono merupakan pendapat pribadi

Ketika seseorang melakukan korupsi kemudian dalam penyelidikan ternyata sudah dikembalikan, yang berhak menentukan kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Misalnya, BPK sudah menentukan kerugian negara tidak ada, ya sebetulnya tidak perlu ditindaklanjuti, menurut beliau (Ari Dono)," kata Setyo.

Dengan begitu, lanjut Setyo, bila kasus dihentikan dan tidak ada kerugian negara, tidak memerlukan biaya penyidikan dan biaya penuntutan. Hal itu mengingat indeks per kasus korupsi bernilai sekitar Rp 208 juta.

Jika, misalnya, nilai korupsinya hanya Rp 100 juta, tetapi biaya penyidikannya Rp 200 juta, maka, menurut Setyo, justru akan menyebabkan negara rugi. "Padahal, uang negara yang 100 juta sudah dikembalikan," katanya menjelaskan.

Setyo menegaskan, ucapan Kabareskrim terkait hal tersebut masih berupa wacana semata. Kabareskrim mengajukan ide adanya alternatif sanksi untuk korupsi dengan nilai dan indeks tertentu.

Hal tersebut pun masih perlu dikaji lebih lanjut, belum untuk diimplementasi. "Ini masih dalam wacana, diskursus untuk kita semuanya mungkin dihukum saja tidak cukup, mungkin sanksi sosial yang lebih membuat jera," kata Setyo.

Jogja Corruption Watch (JCW) menyayangkan pernyataan Kabareskrim Polri yang mengatakan jika ada oknum pejabat daerah korupsi, tapi uang sudah dikembalikan, maka perkaranya bisa dihentikan. JCW menilai, hal itu bisa memunculkan multitafsir.

"Bisa saja publik mengartikan silakan korupsi, tetapi dikembalikan uang yang Anda korupsi, maka tidak dipidana. Maka, kasus korupsi akan semakin subur," ujar Koordinator Pengurus Harian (KPH) JCW Baharuddin Kamba dalam keterangan tertulis, Jumat (2/3).

Wacana penghentian kasus korupsi bagi pejabat daerah yang menyerahkan uang hasil korupsi lalu proses hukum bisa dihentikan, sangat tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi dan tentunya menabrak Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). "Dan, bisa menjadi lonceng kematian bagi upaya pemberantasan korupsi di republik ini," ucapnya.

Hal sama disampaikan pengamat hukum yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Syaiful Bakhri. Dia menegaskan, di dalam hukum pidana, pengembalian dan pemulihan uang negara oleh pelaku tindak korupsi tidak bisa membatalkan suatu perbuatan tindak pidananya.

Di dalam sebuah tindakan kasus pidana korupsi, Syaiful kembali menegaskan, jelas bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendahulukan proses pengembalian keuangan negaranya, setelah itu baru proses pemidanaan dan penghukumannya.

"Jadi, tidak bisa didahulukan penghukumannya. Kalau dihukum tanpa merampas keuangan negara, maka tujuan hukum pidana korupsinya tidak tercapai," ujar Syaiful.

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: