
NUSANEWS - Persekusi yang dilakukan oknum-oknum warga terhadap para pegiat acara #2019GantiPresiden harus ditindak tegas. Aparat penegak hukum tidak boleh melakukan pembiaran terhadap aksi-aksi premanisme dengan alasan apapun. Apalagi Indonesia negara hukum yang menjamin siapapun untuk melakukan kegiatan termasuk #2019GantiPresiden.
"Jika deklarasi #2019GantiPresiden maupun deklarasi presiden dua periode sah dan tidak bertentangan dengan konstitusi, maka aksi-aksi yang mengganggu jalannya acara tersebut tentu bisa disebut sebagai pelanggaran hukum, anti demokrasi dan hak asasi manusia," kata pengamat politik dari Lembaga Kajian dan Analisa Sosial (LeKAS) Karnali Faisal kepada Harian Terbit, Minggu (29/7/2018).
Karnali menegaskan, terhadap adanya pihak yang menganggu acara #2019GantiPresiden maka aparat penegak hukum tidak boleh membiarkan praktek-praktek pelanggaran hukum itu berlangsung tanpa tindakan tegas. Oleh karenanya siapapun yang melakukan aksi persekusi dan mengganggu jalannya acara yang sah secara konsitusi itu termasuk preman. "Bagi preman yang sudah meresahkan maka harus ditindak tegas," paparnya.
Terkait polisi yang terkesan diam atas persekusi terhadap acara #2019GantiPresiden, sambung Karnali, maka harus ada pihak yang mendesak. Jika polisi diam tidak melakukan tindakan apapun, berarti melakukan pembiaran. Video-video yang beredar di media sosial kan sudah jelas, siapa saja pelakunya untuk bisa ditindak dengan hukum.
Sedangkan terkait Jokowi harus diganti atau dipertahankan untuk dua periode, ujar Karnali, maka hal tersebut harus kembalikan ke hasil Pilpres 2019. Pihak yang menginginkan diganti atau mempertahankan mempunyai alasan masing-masing. Mereka bebas mengapresiasikan pilihan tersebut tanpa perlu mendapat halangan dari pihak lain. Mari berdemokrasi secara benar. Jadi tidak masalah menggelar aksi ganti presiden karena Itu ekspresi warga negara," paparnya.
Prihatin
Humas Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin mengaku sangat prihatin dan mengecam keras atas persekusi yang diduga dilakukan oleh oknum preman terhadap kegiatan #2019GantiPresiden.
Novel menyebut, selama kepemimpinan Jokowi membuat kebijakan harga BBM naik hingga 12 kali, rupiah terjun bebas, utang menggila, harga kebutuhan pokok melambung, aset terjual, marak tenaga kerja asing. Selain itu di era Jokowi penista agama didukung, ulama dikriminalisasi, LGBT sudah semakin bebas.
Terpisah, koordinator Forum Rakyat, Lieus Sungkharisma juga mengatakan, persekusi terhadap kegiatan #2019GantiPresiden tidak saja mencederai demokrasi yang menjamin kebebasan setiap warga negara untuk berkunjung kemanapun dan menyatakan pendapatnya, tapi juga meruntuhkan wibawa hukum.
"Menghalang-halangi setiap warga negara Indonesia menginjakkan kakinya di wilayah manapun di tanah airnya sendiri, adalah pelanggaran hukum," ujar Lieus Sungkharisma di Jakarta, Minggu (29/7/2018).
Apalagi, sambung Lieus, penghadangan itu dilakukan di instalasi publik (Bandara) yang keberadaan dan pemanfaatannya dijamin oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Seperti yang dialami Neno Warisman di Bandara Hang Nadim, Batam.
"Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 18 Mei 2017 sudah menegaskan hal itu, " jelasnya.
Siapapun, ujar Lieus, dilarang berunjukrasa atau berdemo di obyek vital transportasi nasional seperti bandara, pelabuhan dan stasiun kereta. Sayangnya surat edaran itu tak berlaku di Bandara Hang Nadim, Batam.
Terkait aksi presekusi yang menimpa Neno Warisman itu, Lieus menghimbau agar aksi-aksi seperti itu segera dihentikan. "Bukannya memberi manfaat, tindakan itu justru menunjukkan pelakunya belum dewasa dalam berdemokrasi," kata Lieus.
"Semakin dihadang, Gerakan 2019GantiPresiden akan semakin besar, " tambahnya. Demokrasi menjamin hak setiap warga negara untuk berbeda pendapat. Jadi kenapa harus dibungkam?" ujar Lieus.
Dihubungi terpisah pengamat politik Indro S Tjahyono mengemukakan, kalau menilik peristiwanya, Neno Warisman dihadang oleh kelompok yang tidak suka dengan gerakan #2019Ganti Presiden. Jadi tidak ada aparat keamanan yang terlibat penghadangan Neno atau pelarangan acara. Pihak kepolisian mentolerir acara tersebut, karena perijinan yang diperoleh sudah sesuai prosedur.
Berdasar prinsip demokrasi atau kebebasan berpendapat sikap pro dan kontra diperbolehkan sejauh tidak melanggar konstitusi. Hanya pelaksanaannya berat, karena sikap pro dan kontra jika tidak terkontrol bisa berkembang menjadi konflik horisontal.
“Menurut pendapat saya jangan kita bertumpu pada isu ganti presiden. Karena konotasinya presiden sekarang brengsek dan harus diganti. Lebih baik kelompok yang menuntut ganti presiden bicara lantang siapa presiden yang mereka usung. Kalau presiden yang mereka usung menang, otomatis presiden diganti,” paparnya.
Indro mengemukakan, ini aneh, memang ngomong ganti presiden ,tapi nggak ngomong siapa presiden yang mau ganti. Ini namanya permainan psikologi publik sederhana, yakni memainkan proses aksi-reaksi yang rawan konflik. Akibatnya muncul reaksi keras, seperti yang terjadi di bunderan HI ketika massa pro#Ganti Presiden bentrok dengan massa #Presiden Tetap Jokowi.
Menurutnya, Jadi tidak ada diskriminasi perlakuan terhadap kedua sikap berbeda. Hanya kalau menggunakan term Ganti Presiden pasti akan memancing kerusuhan. “Rupanya Kapolda Kepri lalai di sini dan mengabaikan instruksi kepolisian yang dikeluarkan paska kerusuhan prokontra isu ganti presiden di Bunderan HI yang lalu,” papar Indro.
SUMBER