logo
×

Senin, 10 September 2018

Dolar AS 'Sapu Bersih' Asia, Rupiah Jadi Korbannya

Dolar AS 'Sapu Bersih' Asia, Rupiah Jadi Korbannya

NUSANEWS - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan hari ini. Rupiah tidak mampu menghalau keperkasaan dolar AS yang berlangsung meluas.

Pada Senin (10/9/2018) pukul 16:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.852 di pasar spot. Rupiah melemah 0,25% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Kala pembukaan pasar, pelemahan rupiah hanya 0,03%. Seiring perjalanan, depresiasi rupiah kian menjadi. Depresiasi rupiah mulai menipis jelang akhir perdagangan, meski masih jauh untuk membalikkan kedudukan menjadi positif.

Pada perdagangan hari ini, posisi terkuat rupiah ada di Rp 14.815/US$. Sedangkan terlemahnya adalah Rp 14.875/US$.

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hari ini:



Rupiah tidak berjalan sendiri. Berbagai mata uang Asia pun tidak berdaya menghadapi kuatnya dolar AS. Tidak ada yang bisa selamat, dolar AS mencetak sapu bersih.

Rupee India menjadi mata uang dengan depresiasi terdalam. Disusul oleh yuan China, peso Filipina, dan rupiah di posisi keempat.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang utama Asia pada pukul 16:15 WIB:




Dolar AS Perkasa Luar-Dalam

Faktor internal dan eksternal mendukung penguatan dolar AS. Dari sisi internal, dolar AS didukung oleh data-data perekonomian yang terus positif. 

Pada Agustus 2018, angka pengangguran AS memang tetap di 3,9% seperti bulan sebelumnya. Namun, upah per jam rata-rata meningkat 0,4% secara month-to-month (MtM). Peningkatan sebesar itu merupakan yang tertinggi pada tahun ini, sekaligus mampu melampaui ekspektasi pasar yang memperkirakan peningkatan 0,2% MtM.

Adapun secara year-on year (YoY), upah per jam rata-rata di bulan lalu meningkat 2,9%. Capaian itu juga mampu melampaui konsensus yang dihimpun Reuters, yaitu 2,7%. Secara historis, peningkatan tahunan itu merupakan yang tertinggi sejak Juni 2009.

Kemudian, lapangan kerja non-pertanian AS per Agustus bertambah 201.000. Jauh melampaui konsensus pasar sebesar 191.000. 

Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Data-data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam yang solid tersebut membuat potensi kenaikan suku bunga acuan pada rapat The Federal Reserve/The Fed bulan ini semakin besar. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan menjadi 2-2,25% pada rapat 26 September mendatang adalah 98,4%.

Tidak selesai sampai di situ, The Fed juga diperkirakan menaikkan suku bunga lagi pada pertemuan Desember dengan kemungkinan 75%. Artinya, The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak empat kali sepanjang 2018, lebih banyak dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali.

Didorong kabar kenaikan suku bunga, dolar AS jumawa. Sebab, kenaikan suku bunga akan membuat arus modal berkerumun di sekitar greenback, karena investor berharap kenaikan imbalan investasi. 

Dari sisi eksternal, akhir pekan lalu Presiden AS Donald Trump menegaskan siap menerapkan bea masuk baru bagi impor produk made in China senilai US$ 200 miliar. Setelah itu, akan ada bea masuk tambahan lagi bagi impor senilai US$ 267 miliar.

"(Bea masuk) US$ 200 miliar yang dibicarakan itu bisa diterapkan sesegera mungkin, tergantung China. Saya benci mengatakan ini, tetapi setelah itu ada (bea masuk untuk importasi) US$ 267 miliar yang siap diterapkan kalau saya mau," tegas Trump akhir pekan lalu, dikutip dari Reuters.

Sejauh ini belum ada respons dari Beijing. Namun jika Negeri Tirai Bambu merespons keras, apalagi menyiapkan langkah balas dendam, maka suhu perang dagang akan kembali memanas.

AS dan China adalah dua perekonomian terbesar di planet bumi. Ketika mereka terlibat friksi, dampaknya adalah arus perdagangan dunia akan terhambat.

Saat perekonomian dunia melambat, maka investor akan dipaksa bermain aman, tidak mau mengambil aset-aset berisiko apalagi di negara berkembang. Dalam situasi sepert ini aset aman (safe haven) menjadi buruan, misalnya dolar AS.

Arus modal yang menghindari Indonesia terlihat dari aksi jual bersih yang dilakukan investor asing di pasar saham yang mencapai Rp 140,24 miliar. Ini membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,35%.

Keperkasaan dolar AS membuat rupiah tidak berdaya. Tanpa jangkar sentimen domestik, rupiah pun terombang-ambing di tengah gelombang penguatan dolar AS.

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: