
NUSANEWS - Kurang validnya data jumlah produksi disinyalir jadi penyebab munculnya polemik seputar impor beras.
Karenanya, pemerintah didorong untuk membenahi metode pendataan agar bisa memunculkan angka yang akurat.
Hal ini diungkapkan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa.
Dirinya menyebutkan, kebijakan impor berawal dari data produksi dan konsumsi yang kurang baik.
Diketahui, Kementerian Pertanian mengklaim produksi beras nasional tahun lalu di atas kertas surplus 13,81 juta ton.
Menurutnya, jika produksi beras berlebih, tak seharusnya harga melambung pada pertengahan tahun.
“Andaikan data ini valid, pemerintah tak harus impor untuk mengantisipasi ancaman menipisnya pasokan beras,” ujarnya, dilansir JPNN.
Ditambahkan, hal itu membuat perencanaan kebijakan pemerintah tidak akurat.
“Jadi, pemerintah sebaiknya perbaiki data lebih dulu. Idealnya, memang data produksi ini harus jadi dasar kebijakan,” tegasnya.
Terkait impor beras, menurut Andreas tak perlu dijadikan polemik yang berkepanjangan. Pasalnya, hal itu sudah menjadi keputusan pemerintah.
Sementara itu, ia menilai, yang perlu dilakukan Bulog adalah melakukan manajemen stok beras impor yang sudah masuk. Berdasar kajiannya, ada potensi terkait produksi karena musim kekeringan.
SUMBER