
NUSANEWS - Mahfud MD memang kerap membuka wawasan baru lewat kicauan-kicauan Twitternya.
Kali ini, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu buka suara terkait pemilu dan hak politik warga negara.
Hal itu disampaikan oleh Mahfud MD melalui kicauan Twitternya saat menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari netizen, Minggu (14/10/2018).
Pernyataan Mahfud MD melalui kicauan Twitter ini bermula dari sebuah pertanyaan dari seorang netizen bernama @Benny992322294.
Netizen tersebut mengaku sebagai orang awam yang tak memahami hukum.
Sehingga meminta penjelasan Mahfud MD, selaku pakar hukum.
Ia bertanya kepada Mahfud, apakah dalam Undang-Undang tidak tercantum syarat-syarat larangan adanya seorang calon legislatif yang tersangkut dalam partai terlarang.
Netizen tersebut mencontohkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai terlarang yang dimaksud.
"Bapak @mohmahfudmd saya orang awam, Mohon penjelasan, apakah caleg dalam aturan UU tidak ada tercantum, syarat2 larangan tersangkut dalam Partai TERLARANG? saya sebut saja PKI? terima kasih atas penjelasan pak @mohmahfudmd," tanya netizen.
Menanggapi pertanyaan dari Benny, Mahfud memberikan dua penjelasan.
Mahfud menegaskan, larangan yang dimaksud oleh netizen tersebut tidaklah ada.
Ada dua alasannya. Pertama, menurut Mahfud, yang terlibat PKI kini sudah tidak ada.
Karena PKI telah bubar 52 tahun yang lalu.
Bahkan pengikutnya sudah hampir tidak ada lagi, menurut Mahfud.
Penjelasan kedua, keturuan PKI telah memiliki hak politik yang sama dengan warga negara lainnya.
Yakni boleh memilih dan dipilih.
Keputusan tersebut telah disahkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa keturunan memiliki hak politik yang sama.
"Tidak ada larangan itu krn:
1) Yg terlibat PKI skrng dpt dibilang sdh tdk ada krn PKI bubar 52 thn yg lalu, pengikutnya hampir2 sdh tdk habis;
2) Dulu ada putusan MK bhw keturunan mereka punya hak politik yang sama, boleh memilih dan dipilih," jawab Mahfud MD.
Tidak ada larangan itu krn: 1) Yg terlibat PKI skrng dpt dibilang sdh tdk ada krn PKI bubar 52 thn yg lalu, pengikutnya hampir2 sdh tdk habis; 2) Dulu ada putusan MK bhw keturunan mereka punya hak politik yang sama, boleh memilih dan dipilih. https://t.co/ynvirhBCWK— Mahfud MD (@mohmahfudmd) 14 Oktober 2018
Hal tersebut juga berlaku untuk mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Mahfud menjelaskan, PKI dibubarkan secara hukum pidana karena dianggap melakukan kudeta.
Sedangkan HTI dibubarkan oleh negara berdasarkan hukum administrasi negara.
Meski telah dibubarkan, mantan anggota HTI tetap bisa menjadi calon legislatif maupun mendaftar Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Tidak ada larangan bagi di dalam UU ex anggots HTI utk jadi caleg atau pun jadi PNS. HTI dibubarkan berdasar hukum administrasi negara, PKI dibubarkan krn scr hukum pidana dianggap melakukan kudeta, https://t.co/osO59QlJpN— Mahfud MD (@mohmahfudmd) 14 Oktober 2018
"Tidak ada larangan bagi di dalam UU ex anggots HTI utk jadi caleg atau pun jadi PNS.
HTI dibubarkan berdasar hukum administrasi negara, PKI dibubarkan krn scr hukum pidana dianggap melakukan kudeta," kicau Mahfud.
Diketahui sebelumnya, pada tahun 2019 mendatang, warga negara Indonesia akan merayakan pesta demokrasi Pemilu 2019.
Dalam pemilu tersebut akan dipilih para legislatif dan eksekutif (Pilpres 2019) yang didapuk sebagai wakil rakyat di pemerintahan.
Ada 16 partai politik yang sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu mendatang dengan nomor urutnya.
1: Partai Kebangkitan Bangsa, 2: Partai Gerindra, 3: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, 4: Partai Golkar, 5: Partai Nasdem, 6: Partai Garuda, 7: Partai Berkarya.
Lalu, 8: Partai Keadilan Sejahtera, 9: Partai Perindo, 10: Partai Persatuan Pembangunan, 11: Partai Solidaritas Indonesia, 12: Partai Amanat Nasional, 13: Partai Hanura, 14: Partai Demokrat, 19: Partai Bulan Bintang dan 20: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.
Sejak 23 September 2018, masa kampanye Pemilu telah sah dilakukan sampai pada 13 April 2019.
Berikut tahapan program dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2019 yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara lengkap seperti dikutip dari laman https://infopemilu.kpu.go.id, Rabu (28/2/2018).
17 Agustus 2017-31 Maret 2019 perencanaan program dan anggaran.
1 Agustus 2017-28 Februari 2019 penyusunan peraturan KPU.
17 Agustus 2017-14 April 2019 sosialisasi.
3 September 2017-20 Februari 2018 pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu.
19 Februari 2018-17 April 2019 penyelesaian sengketa penetapan partai politik peserta pemilu.
9 Januari-21 Agustus 2019 pembentukan badan penyelenggara.
17 Desember 2018-18 Maret 2019 pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih.
17 April 2018-17 April 2019 penyusunan daftar pemilih di luar negeri.
17 Desember 2017-6 April 2018 penataan dan penetapan daerah pemilihan (dapil).
26 Maret 2018-21 September 2018 pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota serta pencalonan presiden dan wakil presiden.
20 September 2018-16 November 2018 penyelesaian sengketa penetapan pencalonan anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pencalonan presiden dan wakil presiden.
24 September-16 April 2019 logistik.
23 September 2018-13 April 2019 kampanye calon angota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon presiden dan wakil presiden.
22 September 2018-2 Mei 2019 laporan dan audit dana kampanye.
14 April 2019-16 April 2019 masa tenang.
8 April 2019-17 April 2019 pemungutan dan penghitungan suara.
18 April 2019-22 Mei 2019 rekapitulasi penghitungan suara.
23 Mei 2019-15 Juni 2019 penyelesaian sengketa hasil pemilu presiden dan wakil presiden.
Juli-September 2019 peresmian keanggotaan.
Agustus-Oktober 2019 pengucapan sumpah/janji.
(*)
SUMBER