logo
×

Senin, 22 Oktober 2018

Mengurai Kisruh Sampah, Anies Baswedan Vs Pemkot Bekasi, Siapa Pembohong?

Mengurai Kisruh Sampah, Anies Baswedan Vs Pemkot Bekasi, Siapa Pembohong?

NUSANEWS - Permasalahan sampah Ibukota, membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berhadap-hadapan langsung dengan Pemkot Bekasi.

Dalam perjanjian kerjasama pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantarbebang itu, kedua pihak sama-sama bersikukuh dengan klaim masing-masing.

Hal ini bermula dari dilarangnya puluhan truk sampah DKI masuk ke Bantargebang yang dipicu palanggaran perjanjian oleh Pemprov DKI kepada Pemkot Bekasi.

Kadishub Kota Bekasi, Yayan Yuliana menyatakan, bahwa sejatinya sudah ada perjanjian antara DKI dan Bekasi terkait sampah.

“Cuma, dari perjanjian itu kan ada hak dan kewajiban-kewajiban dari DKI yang memang tidak dilaksanakan, tidak dipenuhi,” ujar Yayan.

Tak kalah garang, Walikota Bekasi, Rahmat Effendi pun buka suara terkait perjanjian kerja sama yang tidak dilaksanakan Pemprov DKI.

Pepen, sapaan akrabnya mengatakan, Pemprov DKI harus menghormati Kota Bekasi sebagai mitra dan partner dalam menghadapi permasalahan sampah.

“Kota Bekasi itu mitra, rekanan. Jadi ada poin-poin kerjasama dalam bentuk perjanjian,” ucapnya.

Dengan adanya perjanjian tersebut, lanjutnya, seharusnya baik DKI maupun Bekasi sama-sama melaksanakan poin-poin yang tertuang dalam perjanjian tersebut.

“Jadi harus sama-sama punya tanggung jawab atas perjanjian itu. Tidak hanya satu pihak saja yang melaksanakannya, pihak lainnya cuek,” lanjut Pepen.

Pepen lantas menyindir Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Anies Baswedan. Menurutnya, Kota Bekasi bukan pembantu DKI yang bisa diatur seenaknya.

“Kota Bekasi kan bukan pembantunya DKI, jadi harus sama-sama menghormati,” tegas Pepen.

Pepen sendiri sepertinya sudah hilang kesabaran dengan Anies Baswedan yang disebutnya cuek bebek terkait masalah tersebut.

Pasalnya, sudah tak kurang-kurang pihaknya berkirim surat namun tak satupun digubris.

“Masih banyak perjanjian yang belum direalisasikan DKI atas pemanfaatan lahan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang,” ungkap Pepen.

Pepen menegaskan, dana hibah yang disebut Anies telah dibayarkan pada Mei 2018 lalu itu sebenarnya adalah kewajiban pada tahun 2017 yang belum dibayarkan.

Sehingga, kewajiban tahun anggaran 2018 sampai saat ini sekarang belum diberikan.

“Yang disampaikan Pak Anies (Gubernur DKI), itu bantuan tahun 2017 sebesar Rp194 miliar,” tegas dia.

Pepen juga membeberkan, pihaknya sejatinya sudah melayangkan peringatan sejak September 2018 lalu berkenaan kewajiban yang belum dipenuhi.

Lagi-lagi, hal itu ternyata hanya ditanggapi dengan acuh dan tak ada kejelasan sama sekali.

“Sepertinya surat peringatan kita tidak direspon,” sesalnya.

Ia menjelaskan, sejak DKI Jakarta Dipimpin Anies Baswedan, seakan tidak perhatian terhadap Kota Bekasi.

Padahal, DKI Jakarta memiliki beban besar terhadap Kota Bekasi terutama Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.

“Bantargebang ini menimbulkan dampak banyak bagi lingkungan maupun lainnya. Padahal ada kerjasama, hak dan kewajiban harus saling menjalankan,” katanya.

“Coba, Pak Anies saja belum pernah mampir ke TPST Bantar Gebang,” katanya.

Dia mengungkapkan, pada masa era Anies Baswedan, Pemkot Bekasi belum mendapat dana kemitraan, melainkan hanya kompensasi bau.

“Kalau dana bau itu mah tidak perlu dibicarakan lagi. Itu mah wajib. Ini kan kita bicara dana kemitraan buat kompensasi bentuk lain. Seperti infrastruktur yang itu juga balik lagi pemanfaatannya buat DKI juga,” terangnya.

Untuk itu, kata Rahmat, dirinya ingin bertemu Anies untuk membicarakan kemitraan antara Kota Bekasi dan DKI Jakarta ini.

Menurut Rahmat, pertemuan itu bakal membahas tentang kebutuhan beberapa fasilitas bagi warga Bantar Gebang dan sekitarnya.

Mulai dari sekolah terpadu, rumah sakit, maupun polder air di sekitar TPST Bantar Gebang.

“Makanya kalau kemarin kita keras, Pak Sekda mau ke sini kita tolak. Kita mau ketemu Gubernur karena Pak Sekda juga tidak bisa memutuskan kebijakan,” ucapnya.

“Tapi kalau ketemu dengan Gubernur DKI Jakarta bisa menentukan mau dikasih berapa hak dan kewajiban karena saya butuh pengolahan limbah Bantar Gebang maupun pembahasan lain soal kemitraan,” kata Rahmat.

Rahmat menegaskan, sekarang dirinya sudah tidak ingin menemui Anies Baswedan. Tapi harus Gubernur DKI Jakarta itu yang menemuinya sendiri.

“Kita tunggu dari dulu enggak pernah diundang untuk bisa menemui Gubernur (DKI Jakarta). Sampai kita kirim surat beberapa kali, perwakilannya mulu yang datang dan komunikasi,” katanya.

“Tidak mungkin lah wali kota mengundang gubernur, kemarin seharusnya gubernur mengundang kita ke sana (Balaikota) sama seperti zaman Pak Jokowi, Pak Ahok,”

“Sekarang saya malas dan enggak mau ketemu. Gubernur yang harus datang lihat langsung di Bantar Gebang, saya antar nanti, kan Pak Gubernur belum pernah lihat Bantargebang,” ujarnya.

Pepen lantas membeberkan bahwa Anies Baswedan telah ingkar bukan hanya satu-dua poin saja dalam perjanjian tersebut. Melainkan 14 poin.

Ke-14 item yang belum direalisasikan itu diantaranya pembebasan gedung SMPN 49 dan pembebasan lahan untuk sekolah terpadu (SD SMP) bertaraf internasional.

Lalu, pembebasan lahan pembangunan pengolahan air lindih, pembebasan lahan folder air Ciketing Udik.

Selain itu, ada juga pembebasan lahan gedung serbaguna Ciketing Udik dan pembebasan lahan Sumur Batu.

Kemudian, realisasi pembangunan Puskesmas Ciketing Udik, pembangunam gedung SMP 49 dan pembangunan sekolah terpadu bertaraf internasional.

Tak ketinggalan, revitalisasi dan penataan sekolah alam, pembangunan rumah susuh masyarakat berpenghasilan rendah, pembangunan balai latihan kerja.

Terakhir, yakni pembangunan gedung pemadam kebakaran, pembangunan IPAL sebelum dibuang ke Kali Asem.

Pada akhirnya, Pepen mengancam akan memutus kerjasama dengan Pemprov DKI jika tak segera melunasi kewajibannya.

Bahkan, Pepen tak segan-segan menutup TPST Bantargenang untuk DKI.

Jika TPST Bantargebang ditutup untuk DKI, maka sampah dari Jakarta sebanyak 7.000 ton per hari akan menggunung di ibukota.

“Kalau tidak dipenuhi, kalau tidak diberikan, ya kita hentikan kerja sama. Jangankan lagi dihentikan kerja sama, ditutup juga bisa,” ancamnya.

Sementara, Wakil Walikota Bekasi Tri Adhianto menyebut, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok jauh lebih baik dari Anies Baswedan.

Tri menyebut, hubungan Kota Bekasi dengan DKI pada saat itu tidak hanya masalah sampah.

“Kami selalu berkiblat pada sesuatu yang baik pada zaman Pak Jokowi dan Pak Ahok di mana pada saat itu dibentuk kemitraan di antara pemda yang ada,” ujar Tri.

Ia menjelaskan, dana Rp194 miliar itu sejatinya hanyalah dana kompensasi untuk TPST saja.

“Yang Rp194 miliar itu hanya untuk kebutuhan yang ada di Bantargebang,” jelasnya.

Menurut Tri, pembangunan infrastruktur untuk menunjang kegiatan pengelolaan sampah dari DKI Jakarta ke Bantargebang, juga harus dipikirkan.

Sebab, hal itu saling terkait dengan pengelolaan TPST di Bantargebang.

“Makanya kami menganggap Ahok lebih baik, kan PKS dan Gerindra mempertanyakan itu,” bebernya.

DKI di bawah kepemimpinan Ahok itu, tambahnya, juga ikut membangun infrastruktur pendukung lainnya.

Seperti pembangunan jalan di Bekasi Timur dan Jembatan Jatiwaringin.

“Sekarang kita punya persoalan misalnya pembangunan flyover di Pendawa dan Rawa Panjang. Kita dibangun akses ke Bantargebang, misalnya mulai dari pintu tol,” katanya.

“Itu semua pembangunan infrastruktur untuk mempercepat pengangkutan di Bantargebang,” tutur Tri lagi.

Menurutnya, kalau lebih cepat infrastruktur truk sampah ini dibangun, maka beban lingkungan artinya beban masyarakat akan berkurang.

Truk sampah bisa lebih cepat sampai di Bantargebang.

“Ada pengiritan pemakaian BBM, kerusakan kendaraan, kemacetan dan warga nggak komplain karena bau,” jelasnya.

“Di Cipendawa, kaki yang kita bikin flyover dari Siliwangi ke Bantargebang supaya di simpang Siliwangi tidak terjadi antrean, truk bisa langsung ke Bantargebang. Filosofi ini yang nggak sampai ke Pak Anies Baswedan,” kata Tri.

Pihaknya berharap, Pemkot Bekasi dengan Pemprov DKI bisa duduk bareng menyelesaikan persoalan dana hibah ini.

Wawako ini juga mengajak Anies Baswedan agar mengecek langsung kondisi dari dan menuju TPST Bantargebang.

Di sisi lain, alpa pemenuhan kewajiban kepada Pemkot Bekasi itu dibantah Kepala Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta Premi Lasari.

Premi mengklaim, pihaknya sudah menyerahkan bantuan dana untuk pembangunan infrasturktur sebesar Rp205 miliar.

Namun bantuan tersebut diberikan pada tahun 2017 dan saat ini masih digunakan untuk pembangunan dua flyover. Yakni di Cipenda dan Rawa Panjang.

“Jadi fly over Cipendawa dan Rawa Panjang yang sekarang lagi berjalan pembangunannya di Bekasi itu bantuan keuangan Pemprov DKI, sebesar Rp 205 miliar,” kata Premi.

Sementara pada 2018 ini, tambah Premi, pihaknya juga sudah mencairkan bantuan keuangan yang bersifat wajib kepada Pemkot Bekasi sebesar Rp194 miliar.

“Pencairan dilakukan pada tanggal 31 Mei 2018 sebesar Rp194 miliar. Di dalamnya juga ada (untuk) infrastrukturnya,” terangnya.

Hal senada juga disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beberapa waktu lalu.

Anies menyatakan tidak akan merusak hubungan atau silaturahmi yang telah dibina oleh pemimpin Jakarta sebelumnya.

Maka, dirinya menegaskan sebelum surat dari Pemkot Bekasi keluar, kewajiban telah ditunaikan.

“Alhamdulillah sudah kami tunaikan. Untuk 2018 sudah ditunaikan per bulan Mei nilainya Rp194 miliar dan untuk 2019 nilainya Rp141 miliar,” jelasnya.

Rencananya, Pemkot Bekasi yang akan membatasi jam angkut truk sampah dari DKI Jakarta itu pun membuat para soir truk sampah DKI Jakarta kelimpungan.

Mereka berharap agar tak ada batasan waktu pembuangan sampah.

Salah seorang sopir pengemudi Dumptruck pengangkut sampah Ibukota, Oding (45), mengaku keberatan jika ada pembatasan waktu jam buang sampah.

Jika benar rencana itu diterapkan, menurutnya akan terjadi penumpukan sampah di tempat pembuangan sementara (TPS).

“Kalau sudah pemberlakuan jam tertentu, berat pasti. Sampah numpuk juga. Dan warga sekitaran sini juga pasti banyak yang mengeluh nantinya,” katanya.

Rencana pembatasan waktu pembuangan sampah itu sendiri adalah imbas lantaran Pemprov DKI Jakarta tidak menunaikan kewajibannya.

Dari semula bebas 24 jam, akan dibatasi hanya diperbolehkan dari pukul 21.00 sampai 05.00 WIB.

Oding menjelaskan saat ini ada dua jalur yang dapat dilewatinya menuju TPST Bantar Gebang.

Yakni keluar melalui Pintu Tol Jati Asih dan Pintu Tol Cileungsi.

Namun dia enggan melewati tol Cileungsi, karena biaya e-tol yang diberlakukan di kawasan itu naik.

“Sebenarnya berat juga kalau tidak lewat bawah. Soalnya e-tolnya itu sekarang Rp22.500 dari sebelumnya Rp11.500. Berarti hampir 100 persen gitu naiknya kan,” kata Oding.

Sementara, atas adanya peristiwa ditahannya 51 truk sampah milik DKI, Oding berharap agar DKI memiliki tempat pengelolaan sampah sendiri.

Sehingga dia dan rekan-rekan seprofesinya bisa tenang saat membuang sampah. Tak perlu khawatir lagi dihadang.

“Hari ini mah inginnya Jakarta punya pembuangan (TPST) sendiri. Jadi tidak ada perlu halangan seperti ini lagi. Aman di jalan, tidak seperti kemari lagi,” pungkasnya.



SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: