logo
×

Minggu, 14 Oktober 2018

Pasokan Jagung Dalam Negeri Melimpah, Kok Harga Pakan Tetap Mahal?

Pasokan Jagung Dalam Negeri Melimpah, Kok Harga Pakan Tetap Mahal?

NUSANEWS - Belum lama ini peternak ayam dan ayam petelur terus mengeluhkan tingginya harga jagung dan pakan. Kondisi ini membuat biaya pokok produksi (BPP) telur naik. Apa sebenarnya yang membuat harga pakan ternak menjadi mahal?

Jagung merupakan komponen utama dalam industri pakan. Dari komposisi pakan unggas, hampir 50-55 persen adalah jagung. Industri pakan melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Namun beberapa tahun terakhir pemerintah membatasi bahkan menghentikan impor jagung. Pada 2016 impor jagung menjadi 1,3 juta ton, turun drastis dari tahun 2015 sebanyak 3 juta ton. Pada 2017 tinggal 0,7 juta ton.

Bahkan tahun 2018 ini impor jagung untuk pakan ternak di stop lantara RI sudah bisa memenuhi pasokan jagung dalam negeri hingga ekspor.

Bila kebutuhan Jagung bisa dipenuhi dalam negeri, lantas apa masalah yang bikin harga pakan tetap mahal?

Alih-alih membeli jagung dalam negeri, industri pakan malah lebih memilih gandum menggantikan jagung. Akibatnya impor gandum untuk pakan melonjak drastis dari 0,02 juta ton pada 2015, menjadi 2,5 juta ton pada 2016.

Keputusan industri pakan memilih gandum impor ketimbang menyerap jagung lokal, jelas membuat BPP telur menjadi tinggi.

Selain itu, mpor gandum pakan menguras tambahan devisa sebanyak 479,5 juta dolar AS, memupuskan cita-cita menghemat devisa dari penurunan impor jagung senilai 448,3 juta dolar AS.

"Tingginya harga pakan tersebut akan berdampak pada harga daging dan telur ayam," kata Pengamat Pertanian Khudori, dalam keterangan tertulis yang dikutip, Minggu (14/10/2014).

Apa alasan pengusaha pakan lebih memilih gandum impor ketimbang jagung dalam negeri untuk kebutuhan pakannya?

sebaran produksi jagung di Indonesia yang sangat luas, menjadi alasan para pelaku industri pakan lebih memilih gandum impor. Ini membuat biaya menjadi mahal karena posisi industri pakan ternak lebih banyak di Pulau Jawa.

"Apalagi sebagian besar industri pakan juga tidak mempunyai silo (tempat menyimpan jagung). Jadi meski ada surplus jagung, perusahaan pakan ternak tidak akan mau membuat stok, karena menyulitkan mereka dan menambah biaya produksi industri pakan ternak. Biaya pengadaan dan logistik juga menjadi mahal," ujar Tony J. Kristianto dari Pusat Kajian Pangan Strategis.

Menjawab tantangan tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong pengusaha dan pemilik industri pakan ternak memperluas jaringan pabriknya ke luar Jawa. Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Kementan Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, mayoritas jagung yang berlimpah berada di luar Pulau Jawa.

"Sudah saatnya sentra peternakan bergerak mendekati pusat produksi jagung di luar Pulau Jawa," ujar dia.

Saat ini dari 80 pabrik pakan yang tersebar di Indonesia, sebanyak 56 di antaranya ada di Pulau Jawa, 15 di Sumatera, 3 di Kalimantan, serta hanya 6 pabrik di Sulawesi.

Sementara sebaran produksi jagung terbanyak berada di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Jawa, Sumatera Utara, dan Lampung.

"Harga yang meningkat di Jawa karena tingginya permintaan sehingga harus lebih tersebar," kata Gatot.

Sentra produksi jagung diharapkan terintegrasi dengan pabrik pakan ternak dan peternakan. Gatot menyatakan integrasi sentra menunjang ketersediaan pasokan, keterjangkauan, dan tingkat kemampuan pembelian.


SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: