
NUSANEWS - Jatuhnya Lion Air JT-610 di perairan Tanjung Karawang, menjadi tragedi kelam bagi Tanah Air.
Tragedi tersebut pun jelas meninggalkan luka mendalam, utamanya bagi keluarga korban. Seperti yang dirasakan keluarga anggota DPRD Bangka Belitung, Murdiman (40).
Nenek Murdiman, Siti Aminah awalnya tak percaya kalau cucunya berada dalam pesawat Lion Air nahas itu.
Pasalnya, sang cucu jika hendak bertugas ke Jakarta tak pernah memakai pesawat berlogo kepala burung itu.
Biasanya, lanjut Siti Aminah, cucunya itu selalu menggunakan pesawat Garuda Indonesia.
“Saya tahu dari istrinya. Banyak korban anggota dewan, saya langsung cek. Ada nama itu (Murdiman) di Lion Air,” ucap Siti Aminah di RS Kramat Jati, Selas (30/10/2018).
Meski begitu, Siti mengaku masih tak percaya dan ingin melihat langsung di Crisis Center.
“Terus saya langsung ke Cengkareng, lihat datanya. Ternyata ada namanya,” lanjutnya.
Siti mengungkap, dipilihnya Lion Air itu ternyata karena Murdiman tergesa-gesa.
“Kata istrinya, dia itu buru-buru ngejar pesawat pagi karena istrinya ulang tahun. Baru kali ini naik Lion Air,” terangnya.
Haru tangis pun pecah. Rinai air mata sang nenek tak bisa lagi diajak kompromi saat menceritakan sang cucu di masa hidupnya. Begitu pula, sang istri dan anaknya.
Kesedihan sudah menyilimuti. Bahkan sang istri sudah tidak sanggup lagi menafsirkan sedihnya alias tak bisa berbicara.
“Istri gak bisa kesini. Dia di Pangkalpinang. Cuma anaknya aja yang di sini. Sampai sekarang (kondisi) belum bisa ngomong. Dia gak nyangka secapet ini suaminya pergi,” ucap Siti sembari menitikkan air mata.
Kendati demikian, Siti masih berharap Murdiman masih bisa selamat dari musibah tersebut dan bisa kembali pulang kepada keluarganya.
“Kalau udah jadi jenazah, tolong cepet ditumukan. Tapi mudah-mudahan cepet ditemukan dalam keadaan hidup,” harapnya.
Anak Murdani, Dzul Fahmi Alfarabi menyebut, ayahnya sosok yang cukup agamis dan ringan tangan membantu orang lain.
“Saya punya adik tiga, tapi udah meninggal. Bapak itu banyak ngasuh anak. Banyak bantu orang. Ada yg disekolahin di Solo, Malang, Jakarta. Ada juga yang di Pangkalpinang,” tuturnya sembari memperlihatkan foto sang ayah.
Karena itu, remaja 19 tahun itu pun hanya bisa pasrah atas nasib yang menimpa sang ayah.
“Kita sudah dua hari disini. Kita kesini mau ngecek langsung bapak saya. Tapi kami cuma bisa menunggu,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Dzul mengungkap, sebelum ayahnya berangkat ke Jakarta, dirinya seperti merasakan firasat tidak enak.
Saat itu, ia berpamitan dengan orangtuanya saat akan pergi ke sebuah pengajian.
“Saya pamit sama Ibu saya. Pamit sama Abi. Biasanya saya itu gak pernah pamitan sama Abi. Langsung pergi aja. Baru kali ini aja,” bebernya.
“Soalnya bapak malemnya mau ke Jakarta. Saya cium tangannya,” sambungnya.
Dalam momen terakhir pertemuan dengan ayahnya itu, Dzul pun mendapat pesan terakhir.
“Bapak pesan ke paman, ke saya juga, suruh rajin belajar, rajin ikut pengajian sama paman saya,” kata Dzul sembari megusap air mata.
Kenangan itu pula yang sangat melekat dalam ingatan Dzul.
“Ketika malam itu bapak saya sudah nitipkan saya sama paman saya. Agar supaya rajin lagi, belajar,” tutup Dzul.
SUMBER