logo
×

Rabu, 10 Oktober 2018

Skandal Buku Merah, Uji Nyali KPK

Skandal Buku Merah, Uji Nyali KPK

NUSANEWS - Alasan di balik pemulangan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke institusi asalnya, Polri, setahun lalu, mulai terkuak. Dalam sidang etik yang digelar Pengawas Internal KPK setahun silam, dua penyidik dari Polri itu dijatuhi sanksi berat atas pelanggarannya dalam menangani perkara korupsi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Pengawas Internal KPK, penyidik atas nama Roland dan Harun akhirnya dikembalikan ke institusi asalnya pada 13 Oktober 2017. Keduanya diduga melakukan pelanggaran saat menyidik perkara dugaan suap uji materi di Mahkamah Konstitusi, dengan tersangka Basuki Hariman, direktur utama CV Sumber Laut Perkasa.

Roland dan Harun diduga telah menghilangkan barang bukti terkait kasus penggelapan tujuh kontainer daging di Bea Cukai yang melibatkan Basuki Hariman, pejabat Bea Cukai dan sejumlah aparat penegak hukum. Saat kasus itu bergulir, KPK masih menutup rapat soal pelanggaran yang dilakukan dua penyidik Polri. Bagi KPK, pengembalian ke institusi asal merupakan bentuk sanksi berat.

Anehnya, ketika kedua penyidiknya hendak dikembalikan, Polri justru mengajukan surat untuk menarik dua penyidik tersebut kepada KPK, karena alasan masa perbantuan penyidik Polri di KPK atas nama Roland dan Harun hampir selesai. Kasusnya pun redup.

Belakangan, meski mendapat sanksi berat, eks dua penyidik KPK itu justru mendapatkan karier moncer di Kepolisian. Roland Ronaldy mendapat promosi jabatan sebagai kapolres Cirebon dengan pangkat AKBP, sedangkan Kompol Harun lulus dari Sespimen dan kini menjabat kasubdit II Fiskal, Moneter, dan Devisa Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.

Setahun berselang, sejumlah media nasional yang berkolaborasi dalam IndonesiaLeaks kemudian merilis hasil investigasi mengenai kasus korupsi yang diduga melibatkan para petinggi penegak hukum di negeri ini. Mereka mencium adanya indikasi kongkalikong untuk menutupi rekam jejak kasus tersebut. 

Salah satu yang disorot adalah munculnya nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dalam dokumen investigasi yang dirilis IndonesiaLeaks, Tito diduga paling banyak mendapat duit dari Basuki Hariman, baik secara langsung maupun melalui orang lain.

Penyuap Patrialis Akbar Ajukan PK ke Mahkamah Agung
Daftar penerimaan itu tercatat dalam buku bank bersampul merah atas nama Serang Noor IR yang memuat indikasi aliran dana yang diduga untuk para pejabat negara, Bea Cukai, pejabat Polri, termasuk Tito Karnavian, baik ketika Tito masih menjabat sebagai kapolda Metro Jaya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada Maret-Juli 2016 maupun ketika sudah dilantik sebagai kapolri.

Penyidik KPK, Surya Tarmiani yang sempat memeriksa Kumala Dewi, telah menyalin dokumen penting dan pengakuan saksi atas skandal suap Basuki Hariman kepada petinggi Polri ke dalam laptopnya. Celakanya, tas yang berisi laptop dan benda berharga lainnya dirampas orang tak dikenal saat turun dari taksi.

Surya lantas melaporkan perampasan itu ke Polsek Setiabudi, namun sampai kini pelakunya belum ditemukan.

Kemudian, diduga muncul skenario penghilangan atau perusakan barang bukti oleh dua perwira menengah Polri yang menjadi penyidik di KPK (Ronald dan Harun). Buku catatan pengeluaran perusahaan pada 2015-2016 dengan jumlah Rp4,33 miliar dan US$206,1 ribu itu sudah tidak utuh lagi. Sekitar 19 lembar catatan terkait aliran uang suap sengaja dirusak dan dihilangkan.

Muncul dugaan bahwa motif utama perusakan dan penghilangan buku catatan keuangan CV Sumber Laut Perkasa, untuk mengaburkan atau menghapus nama besar petinggi penegak hukum yang mendapatkan transaksi ilegal dari perusahaan milik Basuki Hariman.

Beruntung, peristiwa itu diketahui penyidik KPK lainnya dan terekam kamera CCTV di Ruang Kolaborasi Lantai 9 Gedung KPK pada 7 April 2017. Rekaman itu pula yang kemudian menjadi dasar Pengawas Internal KPK bergerak memeriksa dua penyidiknya terkait upaya penghilangan barang bukti.


SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: