
NUSANEWS - Pesawat Lion Air JT-610 rute Bandara Soekarno-Hatta tujuan Bandar Udara Depati Amir Pangkal Pinang, jatuh di perairan Tanjung Karawang, Senin (29/10/2018).
Disebutkan, pesawat tersebut membawa total 189 penumpang beserta kru kabin.
Sampai saat ini, sudah sejumlah jenazah penumpang berhasil dievakuasi dan dikirim ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur untuk proses identifikasi.
Selain itu, juga sudah ditemukan sejumlah puing-puing diduga dari pesawat Lion Air dan sejumlah barang-barang milik penumpang.
![]() |
Foto Basarnas |
Sementara, sampai dengan Selasa (30/10/2018) sore, jumlah kantong jenazah korban Lion Air yang dikirim ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur terus bertambah.
Dari sebelumnya berjumlah 18, kini menjadi 26 kantong jenazah.
Kecelakaan Lion Air itu sendiri menambah daftar hitam panjang kecelakaan penerbangan di Tanah Air.
Untuk Lion Air saja, tercatat sudah terjadi 20 kali kecelakaan selama kurun waktu 16 tahun terakhir.
Dilansir CNN Senin (29/10/2018), pascakecelakaan itu, Australia telah menyarankan para pejabat pemerintah Indonesia dan kontraktornya untuk tidak lagi menerbangkan Lion Air.
Menurut Aviation Safety Network, Lion Air sempat masuk ke daftar hitam penerbangan Uni Eropa pada bulan Juli 2007.
Namun Uni Eropa menghapus dari daftarnya pada Juni 2016 lalu.
Maskapai berbiaya rendah alias low budget airlines memang banyak yang dilarang untuk terbang di wilayah udara Uni Eropa dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2007, Uni Eropa melarang 51 maskapai penerbangan Indonesia dari wilayah udara menyusul serangkaian kecelakaan dan kekhawatiran atas jatuhnya standar keamanan.
Pada tahun yang sama, Pesawat Garuda Indonesia dengan 140 penumpang di dalamnya melampaui landasan pacu di kota Yogyakarta di Indonesia dan terbakar.
Dalam kecelakaan itu, total 21 orang meninggal dunia, termasuk lima warga Australia, sebagaimana dilaporkan Reuters.
Namun secara bertahap, standar telah membaik dan operator maskapai besar.
Termasuk Lion Air, secara bertahap dihapus dari daftar hitam selama bertahun-tahun.
Sementara, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, hingga saat ini belum ada rencana memberikan sanksi kepada manajemen Lion Air.
Akan tetapi, sanksi dimaksud baru bisa diberikan jika memang bisa diketahui bahwa ada kesalahan yang menyebabkan kecelakaan tragis tersebut.
Demkian disampaikan Budi Karya Sumadi usai mendampingi Presiden Jokowi di Posko Basarnas Pelabuhan JICT, Jakarta Utara, Selasa (30/10/2018).
“Itu sanksi, baru bisa kita berikan setelah mengetahui apakah ada kesalahan,” katanya.
“Apa karena pesawat, kru, awak, manajemen lalai, atau SOP, dan sebagainya. Itu baru bisa diketahui setelah KNKT menemukan kotak hitam,” jelas dia.
Sementara itu, pihaknya juga memberikan kesempatan juga kepada produsen pesawat Boeing untuk melakukan penyelidikan.
Akan tetapi, hasil penyelidikan dimaksud juga harus disampaikan ke Komisi Nasional Keselamatan Trasportasi.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai regulator juga punya hak melakukan investigasi.
“Terkait peristiwa ini, kami dari Kementerian Perhubungan juga melayangkan surat ke Garuda dan Lion,” katanya.
“Maskapai tersebut memilik pesawat sejenis. Surat kami layangkan untuk melakukan pemeriksaan,” jelas Budi Karya.
Saat ini, sambungnya, ada pesawat baru, jenisnya sama dengan Lion Air yang jatuh.
“Karena ada info, pilot ingin kembali ke landasan, dengan dasar itu ada yang perlu diklarifikasi,” imbuhnya.
Sebelum melakukan analisa kepada para awak, kata dia, pihaknya akan lebih dulu melakukan analisa pesawat.
“Pesawat sejenis ada sembilan. Delapan dimiliki Lion Air dan sisanya Garuda,”
“Jadi klarifikasi ini akan kita lakukan detail, tanpa prasangka apapun. Itu akan dicatat,” pungkasnya.
SUMBER