
NUSANEWS - Pihak kepolisian menunggu hasil penyelidikan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dugaan Bupati Boyolali Seno Samodro mengucapkan kata makian terhadap calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya belum bisa menindaklanjuti laporan tersebut sebelum Bawaslu menentukan apakah kasus itu masuk ranah pelanggaran pemilu atau tidak.
"Kalau sudah menyangkut pemilu itu Bawaslu dulu, apakah ujaran beliau masuk ranah pelanggaran pemilu," kata Dedi di Markas Besar (Mabes) Polri, Jakarta Selatan pada Kamis (8/11).
Dia menerangkan, Bawaslu selalu menjadi instansi terdepan dalam melakukan penyelidikan terhadap kasus yang menyangkut masalah pemilu, baik menyangkut calon presiden, calon wakil presiden, cawapres, hingga juru kampanye.
Jenderal bintang satu itu pun menyatakan, pihak kepolisian akan menindaklanjuti laporan tersebut bila nantinya Bawaslu menyatakan bahwa kasus tersebut tidak masuk dalam ranah pidana pemilu. "Kalau pidana umum polisi bisa langsung menindaklanjuti," kata Dedi.
Sebelumnya, Bareskrim telah melimpahkan laporan terkait kasus dugaan tindak pidana terhadap ketertiban umum yang diduga dilakukan oleh Seno ke Polda Jawa Tengah
Dugaan tindak pidana itu sebelumnya dilaporkan oleh salah seorang yang mengaku berasal dari Advokat Pendukung Prabowo, Ahmad Iskandar, karena menilai Seno telah memaki calon presiden nomor urut 02 tersebut saat ikut dalam unjuk rasa soal tampang Boyolali, Minggu (4/11).
![]() |
Prabowo Subianto. Foto: Tim Prabowo Subianto |
"Saya dengar ada yang melapor ke Mabes Polri, tapi sudah dilimpahkan ke Polda Jateng," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Selasa (6/11).
Bawaslu menyatakan akan mengkaji laporan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Seno.
Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja menjelaskan bahwa kalimat yang terkandung unsur kampanye bisa terwujud dalam berbagai narasi, baik berupa ajakan dengan menyebut pasangan yang diusung pasangan atau menuding pasangan lainnya.
Bagja mencontohkan pada kalimat ganti presiden atau dua periode. Jika diucapkan, itu termasuk narasi kampanye. "Ya sama kan kaya (istilah) dua periode, itu kan jelas siapa orangnya (yang dimaksud), ganti presiden (juga), itu kampanye," kata dia di kantronya, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (5/11). (ain/ain)
SUMBER